Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/04/2023, 06:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Perizinan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Kawasan Industri Hijau dinilai akan menghambat upaya Pemerintah Indonesia untuk menarik investasi hijau.  

Proyek Kawasan Industri Hijau meliputi tiga desa di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara yaitu Tanah Kuning, Mangkupadi, dan Binai.

Lembaga think tank Center of Economic and Law Studies (Celios) mencatat, di dalam Kawasan Industri Hijau terdapat dua zona yaitu Zona Biru (Blue Zone) dan Zona Hijau (Zona Hijau).

Baca juga: G7 Sepakat Pensiun Dini PLTU Batu Bara Lebih Cepat

Zona Biru dengan luas lahan 3.910,41 hektar dinyatakan sebagai kawasan yang masih disokong oleh PLTU batu bara. Sedangkan Zona Hijau akan menempati area seluas 2.196,56 hektar.

Celios menilai, masih diizinkannya PLTU batu bara merupakan langkah kontradiktif, sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com.

Direktur Kebijakan Pertambangan CELIOS Wishnu Try Utomo menganggap, adanya metode pencampuran batu bara dengan bahan bakar biomassa atau co-firing juga menghambat penutupan total PLTU batu bara.

Di satu sisi, co-firing dinilai hanya mengurangi jumlah penggunaan batu bara sebesar 5 persen hingga 10 persen.

Baca juga: Lebaran 2023, PLN Indonesia Power Jamin PLTU Pelabuhan Ratu Siap Pasok Listrik

“Metode ini justru memperbesar potensi deforestasi karena kebutuhan biomassanya yang terlalu tinggi, belum lagi adanya upaya memperpanjang usia PLTU yang seharusnya sudah layak dipensiunkan,” kata Wishnu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menengarai, ada upaya yang seolah menggambarkan bahwa Pemerintah Indonesia siap menampung dana investor untuk berinvestasi di industri baterai.

“Tapi banyak yang masih meragukan komitmen Pemerintah dalam meningkatkan perlindungan lingkungan hidup dan komunitas setempat,” kata Bima.

“Padahal investor sekelas BASF-VW (Badische Anilin-und Soda-Fabrik dan Volkswagen) memiliki ESG (Environment, Social and Governance) yang ketat dan terus menerus diaudit, sehingga satu gram saja campuran nikel pada baterai mobil listrik diambil dari proses pemurnian (smelter) yang bermasalah maka reputasi BASF-VW akan terpengaruh,” sambungnya.

Bima menambahkan, perusahaan sekelas BASF dan VW mensyaratkan kejelasan sumber material penting untuk bahan baku baterai dan komponen mobil listrik lainnya.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Alasan Lembaga Keuangan Enggan Danai Pensiun Dini PLTU

Dalam proses uji tuntas atau due dilligence, perusahaan biasanya mengirim tim untuk melacak asal usul material. Sehingga, adanya PLTU di kawasan menjadi krusial dalam rantai pasok BASF-VW.

Sebelumnya, pertengahan April 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan komitmen transisi energi dalam pembukaan Hannover Messe 2023 di Hannover Messe 2023 di Hannover Congress Centrum, Hannover, Jerman.

Presiden Jokowi sempat menyatakan akan menutup seluruh PLTU batu bara pada 2025, namun oleh pihak istana diklarifikasi menjadi 2050.

Dalam kesempatan tersebut Jokowi mengutarakan bahwa Indonesia sangat terbuka untuk investasi dan kerja sama dalam hilirisasi industri dan ekonomi hijau.

“Indonesia tidak sedang menutup diri, justru kami sangat terbuka untuk investasi dan kerja sama dalam membangun industri hilir di Indonesia,” kata Jokowi, sebagaimana dikutip Kompas.com dari pernyataan tertulis.

Baca juga: Hutama Karya Gelar Aksi Bersih-bersih, Libatkan Pekerja PLTU 9-10

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com