KOMPAS.com - Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan, anggapan terkait aktivitas gesekan ranting kayu kering hingga sambaran petir sebagai pemicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah mitos.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL) BRIN Acep Akbar mengatakan, alasan tersebut tidak terbukti secara ilmiah di wilayah Indonesia.
"Jangan lagi karena kebakaran yang tidak terduga itu tidak ada dan kalau dikatakan oleh petir atau gesekan kayu itu tidak masuk akal, tak terbukti secara ilmiah," kata Acep dalam webinar sebagaimana dilansir Antara, Kamis (21/11/2024).
Baca juga: Greenpeace Pertanyakan Data Penurunan Karhutla Tahun 2023
Acep menuturkan, alasan gesekan ranting kayu kering hingga sambaran petir kerap disampaikan oleh otoritas kebencanaan di daerah kepada publik dalam merespons karhutla.
Hal ini sebagaimana yang terjadi beberapa pekan lalu dalam peristiwa terbakarnya 115 hektare hutan Gunung Agung di Bali dan lahan mineral gambut di Sumatera Selatan.
Acep menjelaskan, gesekan ranting pohon kering untuk mencapai suhu pembakaran memerlukan kondisi yang sangat tidak mungkin terjadi secara alami.
Sementara itu, petir atau halilintar di daerah tropis seperti Indonesia biasanya terjadi saat musim hujan dengan kadar air yang tinggi.
Demikian juga di lahan mineral dan gambut. Berdasarkan kajian, diketahui kawasan tersebut memiliki suhu rata-rata 30 sampai 31 derajat celsius.
Baca juga: PBB: Regulasi Intervensi Karhutla Indonesia Lebih Baik dari Rusia dan AS
Kondisi tersebut jauh dari suhu minimum 100-120 derajat yang diperlukan untuk menghasilkan gas pembakaran.
"Maka dari hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar karhutla terjadi akibat aktivitas manusia yang disengaja atau karena kelalaian," ujar Acep.
Dia menuturkan, untuk mencegah karhutla akibat aktivitas manusia diperlukan edukasi terhadap masyarakat dan atau pelaku usaha industri perkebunan.
Selain itu, penindakan hukum sampai benar-benar dilakukan penahanan adalah cara yang paling efektif dalam pencegahan terjadinya karhutla.
Sehingga hal menimbulkan efek jera bagi pelaku perusakan, termasuk pihak yang lalai dalam melakukan pengawasan, sehingga terjadi kebakaran di hutan ataupun lahan.
Baca juga: Laporan PBB: Karhutla Indonesia Capai 1,16 Juta Hektare, Kalsel Terparah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya