KOMPAS.com - Perubahan iklim mulai menjadi tantangan tersendiri bagi olahraga musim dingin. Pasalnya, salju dan es yang diandalkan untuk penyelenggaraan olahraga tersebut mencair lebih cepat karena pemanasan global.
Menghadapi tantangan tersebut, sebuah studi dari Universitas Waterloo, Kanada menawarkan wawasan pada atlet dan pelatih tentang bagaimana penyelenggaraan kompetisi dapat meningkatkan keselamatan, keadilan, dan kelayakan olahraga musim dingin.
Dikutip dari Phys, Jumat (13/12/2024) dalam studinya peneliti menyurvei hampir 400 atlet dan pelatih musim dingin profesional.
Studi menemukan bahwa 95 persen responden mengatakan perubahan iklim kini berdampak negatif pada olahraga musim dingin. Adaptasi saat ini tidak sejalan dengan kenyataan musim dingin yang makin hangat.
Baca juga:
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa meskipun upaya untuk melestarikan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas salju dianggap baik, biaya bagi lingkungan tinggi dan berpotensi membayangi rencana darurat lainnya.
Studi kemudian mengidentifikasi kondisi lingkungan yang optimal untuk olahraga musim dingin dan bagaimana beradaptasi dengan kondisi yang lebih hangat serta rencana darurat lainnya yang memastikan kompetisi aman dan adil bagi semua atlet.
Menurut studi, perlunya menekankan untuk menghindari perubahan tanggal kompetisi dengan tidak menjadwalkannya di tempat-tempat yang diketahui memiliki masalah dengan lapisan salju.
Sementara di luar kompetisi, atlet dan pelatih khawatir perubahan iklim akan mengurangi kesempatan latihan, yang berdampak negatif pada pengembangan atlet generasi mendatang dan budaya olahraga musim dingin.
Studi berjudul "Athlete Insights on Climate Change and Winter Sport: Impacts, Thresholds, Adaptations, and Implications for the Future," ini dipublikasikan di Journal of Global Sport Management.
Sebelumnya, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB mengatakan dampak perubahan iklim semakin nyata pada olahraga musim dingin dan wisata gunung.
Perubahan iklim menimbulkan tantangan berat bagi olahraga ski. Olahraga ini bahkan sudah hampir rutin menggunakan salju buatan untuk sebagian besar Piala Dunia, kejuaraan dunia, dan perlombaan Olimpiade.
Baca juga:
"Gletser yang mencair, berkurangnya lapisan salju dan es, serta mencairnya lapisan es permanen berdampak besar pada ekosistem pegunungan, masyarakat, dan ekonomi, serta akan menimbulkan dampak yang semakin serius di tingkat lokal, nasional, dan global selama berabad-abad mendatang," kata kepala WMO Celeste Saulo.
Melansir laman resmi United Nations, beberapa penelitian telah menunjukkan bagaimana perubahan iklim telah memengaruhi olahraga dan pariwisata musim dingin, termasuk penelitian yang dilakukan di Swiss yang menunjukkan bahwa gletser Alpen telah kehilangan 60 persen volumenya sejak tahun 1850.
Musim dingin pun semakin menghangat, di mana suhu nol derajat di Swiss mencapai ketinggian yang jauh lebih tinggi, sekitar 1.300 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut pada tahun 2060.
Bandingkan saja dengan lima puluh tahun yang lalu, suhu beku berada pada sekitar 600 meter.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya