Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghitung Jejak Karbon Pohon Natal Buatan dan Yang Asli

Kompas.com - 14/12/2024, 21:22 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perdebatan seputar keberlanjutan sering kali terjadi menjelang perayaan Natal. Salah satu perdebatan yang muncul adalah mana yang lebih ramah lingkungan, pohon Natal buatan atau asli?

Menurut tim dari Carbon Trust, pohon buatan memiliki biaya lingkungan yang signifikan. Mengapa demikian?

Dikutip dari Sustainability Magazine, Sabtu (14/12/2024) pohon buatan setinggi dua meter memiliki jejak karbon sekitar 40 kg, lebih dari 10 kali lipat dari pohon asli yang dibuang setelah Natal.

Baca juga:

Pohon Natal buatan diproduksi terutama dari polivinil klorida (PVC). Selain itu pohon-pohon tersebut sebagian besar diproduksi di China sehingga memerlukan pengiriman jarak jauh dan menambah jejak karbon.

Belum lagi setelah tidak dibuang, pohon-pohon ini biasanya tidak dapat didaur ulang dan berakhir di tempat pembuangan sampah, yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Sebaliknya, pohon Natal asli memiliki manfaat lain. Menurut National Christmas Tree Association, setiap pohon yang dipanen diganti dengan satu hingga tiga bibit, yang memastikan siklus pertumbuhan yang berkelanjutan.

Contohnya saja di AS, antara 350 hingga 500 juta pohon Natal dibudidayakan di lahan pertanian, dengan jumlah sekitar 30 juta pohon dipanen setiap tahunnya.

Pohon Natal asli pun menawarkan pilihan yang lebih berkelanjutan dan punya dampak positif lingkungan lainnya.

Sebagai pohon hidup, pohon menyerap karbon dioksida, melepaskan oksigen, dan berkontribusi dalam memerangi perubahan iklim.

Proses alami ini menempatkan pohon sebagai salah satu alat yang paling hemat biaya dalam pengurangan emisi karbon.

Selain penyerapan karbon, bisnis pohon Natal asli mendukung konservasi hutan. Perkebunan pohon ini juga berfungsi sebagai habitat penting bagi satwa liar, yang mendorong keanekaragaman hayati.

Lebih lanjut, tidak seperti pohon buatan, pohon asli memiliki banyak pilihan pembuangan yang ramah lingkungan.

Baca juga:

Banyak komunitas menawarkan program daur ulang, menggunakan kembali pohon Natal bekas untuk proyek konservasi seperti pengendalian erosi, habitat satwa liar, dan produksi mulsa.

Namun, pohon buatan biasanya tidak memiliki pilihan ini. Karena konstruksinya yang terbuat dari campuran bahan, pohon buatan jarang memenuhi syarat untuk didaur ulang, yang berarti siklus hidupnya berakhir di tempat pembuangan sampah, yang menyebabkan limbah dan polusi.

Akan tetapi beberapa orang mungkin mempertanyakan apakah menebang pohon menjadi langkah mundur bagi upaya lingkungan.

Ahli pun berpendapat bahwa praktik kehutanan berkelanjutan bisa menjadi solusi. Misalnya saja Program sertifikasi seperti Forest Stewardship Council (FSC) memastikan bahwa pohon dipanen secara bertanggung jawab, menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pelestarian ekologi.

Dengan mendukung perkebunan pohon yang dikelola secara berkelanjutan, konsumen juga dapat berkontribusi pada solusi iklim dan konservasi keanekaragaman hayati.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau