KOMPAS.com - Perubahan iklim membuat suhu musim dingin di Jepang menjadi lebih tinggi daripada biasanya, alias lebih hangat.
Hal tersebut tertuang dari hasil penelitian Climate Central yang dirilis pada bulan ini.
Dalam penelitian tersebut, rata-rata suhu siang hari di Fuji, sebuah kota dekat Gunung Fuji di Provinsi Shizuoka, telah meningkat di atas titik beku. Biasanya, rata-rata suhu siang hari di kota tersebut berada di bawah titik beku.
Baca juga: Perubahan Iklim Makin Parah, PBB Peringatkan Dunia Menuju Kerusakan
Untuk diketahui, musim dingin di Jepang berlangsung selama empat bulan yakni Desember, Januari, dan Februari.
Hasil analisis dari penelitian tersebut menunjukkan, setiap tahun dari 2014 sampai 2023, setidaknya ada delapan hari tambahan dengan suhu minimum harian di atas titik beku selama bulan-bulan musim dingin.
Fenomena menghangatnya musim dingin Jepang tersebut disebabkan karena pemanasan global dan perubahan iklim, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Senin (30/12/2024).
Laporan tersebut mengaitkan pemanasan global dengan pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan pelepasan gas metana.
Baca juga: Perubahan Iklim: Hari-hari Beku Berkurang, Musim Dingin Makin Pendek
"Hilangnya hawa dingin musim dingin berdampak pada turunnya salju, olahraga musim dingin, persediaan air, alergi musim semi, dan tanaman," tulis laporan tersebut.
Fuji sendiri mencatat jumlah hari dengan peningkatan suhu tertinggi di antara 57 kota di Jepang.
Di samping itu, suhu rata-rata di Jepang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Rekor lima tahun terpanas sepanjang sejarah dipecahkan selama lima tahun pula yakni pada 2019 hingga 2023, menurut Badan Meteorologi Jepang.
Baca juga: Perubahan Iklim Rugikan Asuransi Hingga 600 Miliar Dollar AS
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, untuk kali pertama dalam 130 tahun terakhir, Gunung Fuji telat bersalju.
Gunung Fuji biasanya tertutup salju hampir sepanjang tahun hingga mencair pada musim panas.
Setelah musim panas berakhir, salju di puncak Gunung Fuji biasanya kembali mulai terbentuk rata-rata pada 2 Oktober setiap tahunnya.
Akan tetapi, hingga 30 Oktober 2024, tidak ada tanda-tanda salju di puncak gunung berapi setinggi 3.776 meter di atas permukaan laut tersebut.
Tanggal tersebut menandakan Gunung Fuji mengalami periode puncak tanpa salju paling lama dalam 130 tahun terakhir bila dihitung sejak 1894, tahun ketika Kantor Meteorologi Lokal Kofu memulai pengamatan di gunung itu.
Gunung Fuji dilaporkan baru mulai tertutup salju pada 6 November alias telat satu bulan lebih.
Dengan turunnya salju pada 6 November 2024, menjadi catatan penundaan terlama salju pertama di puncak Gunung Fuji dengan keterlambatan selama 36 hari dari rata-rata.
Menurut Kantor Meteorologi Kofu, peningkatan suhu yang lebih tinggi dari rata-rata menjadi salah satu faktor utama di balik keterlambatan pembentukan salju di Gunung Fuji.
Baca juga: Pengetahuan Perubahan Iklim: Siapa yang Disebut Migran Iklim?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya