Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bikin Musim Dingin Jepang Jadi Lebih Hangat

Kompas.com, 1 Januari 2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perubahan iklim membuat suhu musim dingin di Jepang menjadi lebih tinggi daripada biasanya, alias lebih hangat.

Hal tersebut tertuang dari hasil penelitian Climate Central yang dirilis pada bulan ini.

Dalam penelitian tersebut, rata-rata suhu siang hari di Fuji, sebuah kota dekat Gunung Fuji di Provinsi Shizuoka, telah meningkat di atas titik beku. Biasanya, rata-rata suhu siang hari  di kota tersebut berada di bawah titik beku.

Baca juga: Perubahan Iklim Makin Parah, PBB Peringatkan Dunia Menuju Kerusakan

Untuk diketahui, musim dingin di Jepang berlangsung selama empat bulan yakni Desember, Januari, dan Februari.

Hasil analisis dari penelitian tersebut menunjukkan, setiap tahun dari 2014 sampai 2023, setidaknya ada delapan hari tambahan dengan suhu minimum harian di atas titik beku selama bulan-bulan musim dingin.

Fenomena menghangatnya musim dingin Jepang tersebut disebabkan karena pemanasan global dan perubahan iklim, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Senin (30/12/2024).

Laporan tersebut mengaitkan pemanasan global dengan pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan pelepasan gas metana.

Baca juga: Perubahan Iklim: Hari-hari Beku Berkurang, Musim Dingin Makin Pendek

"Hilangnya hawa dingin musim dingin berdampak pada turunnya salju, olahraga musim dingin, persediaan air, alergi musim semi, dan tanaman," tulis laporan tersebut.

Fuji sendiri mencatat jumlah hari dengan peningkatan suhu tertinggi di antara 57 kota di Jepang.

Di samping itu, suhu rata-rata di Jepang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Rekor lima tahun terpanas sepanjang sejarah dipecahkan selama lima tahun pula yakni pada 2019 hingga 2023, menurut Badan Meteorologi Jepang.

Baca juga: Perubahan Iklim Rugikan Asuransi Hingga 600 Miliar Dollar AS

Telat bersalju

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, untuk kali pertama dalam 130 tahun terakhir, Gunung Fuji telat bersalju.

Gunung Fuji biasanya tertutup salju hampir sepanjang tahun hingga mencair pada musim panas. 

Setelah musim panas berakhir, salju di puncak Gunung Fuji biasanya kembali mulai terbentuk rata-rata pada 2 Oktober setiap tahunnya. 

Akan tetapi, hingga 30 Oktober 2024, tidak ada tanda-tanda salju di puncak gunung berapi setinggi 3.776 meter di atas permukaan laut tersebut. 

Tanggal tersebut menandakan Gunung Fuji mengalami periode puncak tanpa salju paling lama dalam 130 tahun terakhir bila dihitung sejak 1894, tahun ketika Kantor Meteorologi Lokal Kofu memulai pengamatan di gunung itu.

Gunung Fuji dilaporkan baru mulai tertutup salju pada 6 November alias telat satu bulan lebih.

Dengan turunnya salju pada 6 November 2024, menjadi catatan penundaan terlama salju pertama di puncak Gunung Fuji dengan keterlambatan selama 36 hari dari rata-rata.

Menurut Kantor Meteorologi Kofu, peningkatan suhu yang lebih tinggi dari rata-rata menjadi salah satu faktor utama di balik keterlambatan pembentukan salju di Gunung Fuji.

Baca juga: Pengetahuan Perubahan Iklim: Siapa yang Disebut Migran Iklim?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
LSM/Figur
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
Pemerintah
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
LSM/Figur
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
BrandzView
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Pemerintah
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
LSM/Figur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
LSM/Figur
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau