Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emisi Metana Diremehkan, Jutaan Ton Berpotensi Tak Terlaporkan

Kompas.com, 3 Maret 2025, 20:02 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi baru dari peneliti University College London dan Imperial College London di Inggris menemukan, perusahaan-perusahaan di dunia meremehkan total jejak gas rumah kaca yang mereka hasilkan karena standar penghitungan yang tidak konsisten untuk emisi metana.

Akibatnya, studi yang diterbitkan di Nature Communications itu mencatat emisi metana yang tidak dilaporkan setidaknya mencapai 170 juta hingga 3,3 miliar ton karbon selama satu dekade (2014-2023), tergantung pada metrik yang digunakan untuk menghitung.

Ini berarti merupakan kesenjangan emisi metana yang signifikan pula dan berpotensi menghabiskan biaya antara 1,6 miliar dollar AS hingga 40 miliar dollar AS untuk memperbaikinya.

"Kesenjangan emisi kumulatif yang telah kami dokumentasikan ini menunjukkan betapa pentingnya untuk menstandardisasi pelaporan emisi metana," kata Penulis Utama Dr Simone Cenci, dikutip dari Science Daily, Senin (3/3/2025).

Baca juga: Kesadaran Konsumen Tingkatkan Permintaan Daging Sapi Rendah Metana

Metana adalah gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan sebanding dengan karbon dioksida.

Meski jumlah metana yang dilepaskan jauh lebih kecil daripada karbon dioksida, metana lebih efisien dalam memerangkap panas di atmosfer.

Namun, metana juga berumur lebih pendek di atmosfer, hanya sekitar 10 tahun sementara karbon dioksida 120 tahun.

Langkah pertama untuk mengatasi dampaknya terhadap iklim adalah memastikan bahwa gas tersebut diperhitungkan dengan benar.

Akan tetapi karena umur metana yang pendek, konversi ke CO2 tidak mudah dan memunculkan perdebatan.

Sebagai informasi, jumlah total panas terperangkap disebut Potensi Pemanasan Global (GWP) dan diukur dalam satuan ekuivalen CO2.

Contohnya saja, jika dampak metana dihitung selama 20 tahun (GWP-20), dampaknya sekitar 80 kali lebih kuat daripada karbon dioksida karena itulah jangka waktu sebelum sebagian besarnya menghilang.

Namun, jika diukur selama 100 tahun (GWP-100), lebih banyak metana yang terurai sehingga hanya sekitar 28 kali lebih kuat.

Bagi perusahaan yang melaporkan jejak gas rumah kaca mereka, kurangnya harmonisasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakakuratan, karena tidak ada panduan atau konsensus yang mengikat secara hukum tentang standar mana yang akan digunakan.

Temuan itu didapat setelah para peneliti menyusun dan menganalisis emisi metana dari sampel 2.846 perusahaan representatif di berbagai sektor ekonomi dan negara.

Mereka menemukan bahwa konversi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar tidak konsisten dengan pedoman standar akuntansi karbon terkini yang merekomendasikan metrik GWP-100 yang sama dengan Laporan Penilaian Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terbaru.

Baca juga: Peneliti Temukan Padi yang Mampu Reduksi Metana Hingga 70 Persen

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Pemerintah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pemerintah
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
LSM/Figur
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
Pemerintah
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Bahagiakan Pegawainya, PLN Raih Sertifikasi Great Place to Work 2025
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Bahagiakan Pegawainya, PLN Raih Sertifikasi Great Place to Work 2025
BUMN
Perusahaan Terbesar Dunia Lanjutkan Target Nol-Bersih Usai Sempat Berhenti
Perusahaan Terbesar Dunia Lanjutkan Target Nol-Bersih Usai Sempat Berhenti
Swasta
Hadapi 'Triple Planetary Crisis', Uni Eropa Gandeng ASEAN Lestarikan Hutan Mangrove
Hadapi "Triple Planetary Crisis", Uni Eropa Gandeng ASEAN Lestarikan Hutan Mangrove
LSM/Figur
Permintaan AC Diprediksi Meningkat Tiga Kali Lipat pada Tahun 2050
Permintaan AC Diprediksi Meningkat Tiga Kali Lipat pada Tahun 2050
LSM/Figur
Bappenas Ingatkan Dampak Ekspansi Sawit yang Terlalu Cepat dan Kesampingkan Keberlanjutan
Bappenas Ingatkan Dampak Ekspansi Sawit yang Terlalu Cepat dan Kesampingkan Keberlanjutan
Pemerintah
BRIN Ciptakan Teknologi Ubah Air Kotor Jadi Layak Minum, Jawab Krisis Air di Daerah
BRIN Ciptakan Teknologi Ubah Air Kotor Jadi Layak Minum, Jawab Krisis Air di Daerah
Pemerintah
Bobibos dan Kewajiban Transparansi untuk Inovasi Energi
Bobibos dan Kewajiban Transparansi untuk Inovasi Energi
Pemerintah
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau