JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta meminta warga tidak membuang limbah hewan kurban sembarangan. Pihaknya mengimbau penerapan Eco Qurban, sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemotongan Hewan Kurban.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, Eco Qurban adalah praktik penyelenggaraan pemotongan hewan kurban yang berprinsip kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi.
“Prinsip dari Eco Qurban adalah melaksanakan kurban dengan tidak mencemari dan mengotori lingkungan, baik pada saat pelaksanaan maupun setelahnya," ungkap Asep dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025).
Baca juga: Perajin di Borobudur Ini Sukses Olah Limbah Batu Menjadi Patung dan Relief
"Sehingga jangan sampai ada limbah seperti darah, isi perut, atau bagian hewan kurban lainnya dibuang sembarangan ke selokan, got atau kali,” ucap dia.
Limbah kurban yang tidak ditangani akan menimbulkan bau, mengganggu kenyamanan, bahkan membahayakan kesehatan serta merusak ekosistem badan air.
Analis Lingkungan Hidup DLH DKI Jakarta, Ria Triany, menyampaikan darah hewan kurban harus dikubur di dalam tanah kedap air. Spesifikasi lubang penampungan dapat didesain berdasarkan estimasi volume darah per kilogram bobot hewan, yaitu 60 mililiter per kilogram bobot hewan.
10 ekor sapi, misalnya, yang berbobot 500 kg, diperkirakan membutuhkan lubang dengan ukuran kedalaman 1,2 m, panjang dan lebar 0,5 m.
Baca juga: Industri “Fast Fashion” Hasilkan Limbah Tekstil Tak Terkelola 92 Juta Ton Per Tahun
Setelah diisi, limbah tersebut perlu diberi disinfektan seperti tablet klorin atau kapur tohor. Sementara, air bekas pencucian daging harus ditampung dalam septic tank yang dirancang agar tidak merembes dan memiliki jarak aman dari saluran pembuangan.
“Sisa darah atau cairan dari area pemotongan harus dibersihkan menggunakan bahan penyerap seperti serbuk kayu, sekam padi, arang aktif, atau zeolit. Air yang sudah tidak bercampur darah dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk menyiram tanaman,” jelas Ria.
Dia menyebut, bagian tubuh hewan yang tidak akan dimasak dapat ditimbun di dalam tanah dengan tambahan disinfektan. Alternatif lainnya diolah menggunakan maggot black soldier fly.
"Jika jumlah hewan kurban banyak dan lokasi tidak memadai, sisa tubuh hewan harus diperlakukan sebagai limbah padat organik khusus karena berpotensi mengandung patogen," tutur Ria.
Baca juga: Tumpukan Limbah Medis B3 Ditemukan di Area Permukiman Karawang
Limbah harus dipisahkan dari sampah organik biasa dan sampah non-organik, lalu dimusnahkan melalui proses insinerasi.
Terakhir, konsumsi makanan saat kurban juga perlu dikelola agar tidak menambah timbunan sampah.
“Eco Qurban juga mendorong penggunaan kemasan ramah lingkungan untuk pembagian daging. Gunakan wadah guna ulang seperti besek bambu, daun pisang, atau wadah makanan guna ulang pribadi daripada plastik sekali pakai,” jelas dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya