Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Es Kutub Leleh, Paus Kepala Busur Terancam Kehilangan Rumah

Kompas.com, 25 Mei 2025, 19:09 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Penelitian terbaru mengungkap bahwa perubahan iklim berpotensi memangkas hingga 75 persen habitat paus kepala busur (bowhead whale) di seluruh wilayah Arktik pada akhir abad ke-21.

Hasil ini didapat dari kajian sejarah keberadaan spesies tersebut selama 11.700 tahun terakhir.

Studi ini dipimpin oleh ilmuwan dari Universitas Adelaide di Australia dan Universitas Kopenhagen di Denmark, bekerja sama dengan tim peneliti internasional. Mereka menyusun kembali gambaran dasar ekologi paus kepala busur menggunakan berbagai data dan model.

Dikutip dari Phys, Kamis (22/5/2025), tim menemukan bahwa habitat makan paus kepala busur sangat stabil selama ribuan tahun, bahkan di tengah perubahan iklim alami di masa lalu. Hal itu menunjukkan ketangguhan spesies ini.

Namun, para peneliti juga memproyeksikan bahwa perubahan iklim di masa depan dapat mengikis 65 hingga 75 persen habitat mereka. Contohnya, di Laut Okhotsk—rumah bagi salah satu dari empat populasi paus kepala busur—habitat musim panas yang layak diperkirakan akan sepenuhnya hilang pada tahun 2060.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Anggur Cepat Matang, Punya Gula Lebih Tinggi

Pencairan es laut Arktik menjadi ancaman utama, karena paus kepala busur sangat bergantung pada es laut untuk mencari makan, perlindungan, dan jalur migrasi. Hilangnya es berarti hilangnya akses ke sumber daya penting yang telah mereka andalkan selama ribuan tahun.

"Paus kepala busur lebih suka mencari makan di antara es laut selama ribuan tahun," kata penulis utama studi Nicholas Freymueller.

"Namun, es laut Arktik telah menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dan ini akan semakin cepat dalam beberapa dekade mendatang, menyebabkan habitat tempat paus kepala busur saat ini berkumpul dalam jumlah besar akan hilang," katanya lagi.

Penulis utama studi, Nicholas Freymueller, menjelaskan bahwa penurunan es laut Arktik telah terjadi signifikan dalam beberapa dekade terakhir dan akan terus berlanjut, menyebabkan lokasi berkumpulnya paus kepala busur ikut lenyap.

Selain itu, tim juga menemukan bahwa area habitat yang cocok pada tahun 2100 akan berada di luar wilayah persebaran paus kepala busur saat ini, yang dapat mempengaruhi kebijakan konservasi di masa depan.

"Dengan mengidentifikasi luas dan lokasi habitat paus kepala busur yang kemungkinan akan hilang dalam beberapa dekade mendatang, kami bisa memberikan informasi penting untuk memandu upaya pengelolaan spesies ini di masa mendatang," kata Profesor Eline Lorenzen, dari Globe Institute, Universitas Kopenhagen.

Penelitian yang dipublikasikan di Ecology and Evolution ini menunjukkan bahwa dengan memahami respons paus kepala busur terhadap perubahan iklim masa lalu, ilmuwan dapat lebih akurat memproyeksikan kerentanannya di masa depan.

Paus kepala busur masih dalam proses pemulihan setelah perburuan besar-besaran selama 400 tahun. Spesies ini kini menjadi simbol penting dalam menggambarkan dampak perubahan iklim terhadap mamalia laut Arktik secara keseluruhan.

Baca juga: Mengapa Lamun Penting untuk Tangkal Perubahan Iklim?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau