Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Pertanian Jadi Tempat Pembuangan Plastik di Dunia

Kompas.com - 26/05/2025, 15:24 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Earth.com

KOMPAS.com - Tanah pertanian yang dulunya dianggap sebagai tempat yang aman untuk menanam makanan, kini telah menjadi wadah terbesar mikroplastik di planet ini.

Sebuah tinjauan terkini dari Universitas Murdoch mengungkapkan bahwa tanah pertanian mengandung hampir 23 kali lebih banyak mikroplastik daripada lautan.

Hasil tersebut di dapat setelah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Environmental Sciences Europe menghimpun data dari lebih dari 30 negara, di mana tanah pertanian dari Eropa hingga Asia terkena dampaknya.

Studi ini mengungkap bahwa ada kepadatan partikel plastik berkisar dari beberapa ratus partikel per kilogram di daerah pedesaan hingga lebih dari 200.000 partikel per kilogram di daerah yang sangat terindustrialisasi.

Mikroplastik ini sangat kecil, bahkan mikroskopis, sehingga mudah terabaikan atau tidak terlihat.

Meskipun ukurannya kecil, mikroplastik membawa kompleksitas kimia yang berarti mereka mengandung berbagai bahan kimia atau dapat berinteraksi dengan bahan kimia lain di lingkungannya, mengubah cara pandang kita terhadap makanan, pertanian, dan kesehatan.

Baca juga: IPB Soroti Bias Gender di Sektor Pertanian: Perempuan Tani Masih Terpinggirkan

“Mikroplastik ini mengubah lahan penghasil makanan menjadi tempat pembuangan plastik,” kata kandidat PhD Joseph Boctor, yang memimpin penelitian tersebut, dikutip dari Earth, Senin (26/5/2025).

Salah satu temuan paling mengganggu dari tinjauan Boctor adalah bahwa plastik ini mungkin mengandung hingga 10.000 bahan kimia tambahan yang berbeda. Banyak dari bahan-bahan tersebut sama sekali tidak diatur dalam konteks pertanian.

Kontaminasi ini tidak tinggal di tanah. Kontaminasi ini berpindah melalui akar, ke tanaman, dan ke piring kita.

Keberadaan senyawa ini misalnya sudah ditemukan di dalam tanaman selada, gandum, dan wortel yang kemudian melanjutkan siklus kontaminasi di tubuh kita.

Orang dewasa mungkin tanpa sadar menelan lebih dari lima gram plastik setiap minggu. Itu kira-kira seberat kartu kredit. Dan plastik ini tidak hanya melewati tubuh. Ia tetap ada. Para peneliti telah menemukan partikel plastik dalam aliran darah manusia, paru-paru, jantung, air mani, plasenta, dan bahkan plak arteri.

Apa yang kita makan, minum, dan hirup sekarang dipenuhi dengan serpihan plastik. Ini bukan hanya polutan, mereka adalah pengganggu dalam sistem biologis kita yang paling sensitif.

Tanpa perubahan kesadaran dan kebijakan, kesehatan manusia dan ekosistem dapat menghadapi kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.

Dari tanah ke tanaman pangan

Perpindahan mikroplastik dan nanoplastik dari tanah ke tanaman terjadi melalui akar, khususnya melalui retakan dan pori-pori atau bahkan melalui proses biologis yang dikenal sebagai endositosis.

Analisis tersebut mengungkap bahwa beberapa partikel bahkan dapat diserap melalui daun dan bergerak ke bawah ke sistem akar tanaman. Translokasi ini berarti tidak ada bagian tanaman yang sepenuhnya aman dari intrusi plastik.

Salah satu dampaknya bisa dilihat pada tanaman kacang tanah. Mikroplastik menyebabkan penurunan penyerapan nitrogen sebesar 35 persen.

Dengan terganggunya siklus nitrogen, petani mungkin lebih bergantung pada pupuk sintetis, yang menciptakan siklus polusi lainnya.

Penurunan ini secara langsung memengaruhi kesehatan tanaman dan nilai gizinya.

Selain memengaruhi pertumbuhan tanaman, plastik ini mengganggu proses biologis utama. Plastik dapat menghambat fotosintesis, memperlambat penyerapan air, dan menciptakan stres oksidatif pada jaringan tanaman. Hasilnya adalah penurunan kualitas tanaman jauh sebelum panen.

Kontaminasi yang meluas ini tidak hanya memengaruhi kesehatan tanaman, tetapi juga seluruh ekosistem di bawah tanah seperti cacing tanah.

Efek jangka panjang pada keanekaragaman hayati bisa sangat menghancurkan. Mikroplastik dapat mengubah keseimbangan mikroba yang menjaga kesuburan tanah.

Setelah terganggu, keseimbangan ini sulit dipulihkan. Tanah yang sehat bukan hanya tanah. Ini adalah sistem yang hidup, dan sekarang terancam oleh polusi yang hampir tidak dapat kita lihat.

Baca juga: YDBA Bina 4 Sektor Utama UMKM, dari Manufaktur hingga Pertanian

Lebih lanjut, tinjauan ini juga mengungkap kegagalan regulasi di mana tidak ada batasan global atau nasional untuk mikroplastik di tanah pertanian atau makanan.

Pengujian tidak memadai dan sering kali menyesatkan.

Banyak penelitian laboratorium menggunakan konsentrasi plastik yang tidak realistis, meremehkan ancaman dalam pengaturan tanah pertanian di dunia nyata.

Pendekatan sepotong-sepotong ini menutupi kerusakan kumulatif yang disebabkan oleh paparan polusi plastik dosis rendah jangka panjang.

“Tinjauan ini menyoroti kebutuhan mendesak akan upaya ilmiah dan regulasi yang terkoordinasi,” kata Boctor.

“Para regulator, ilmuwan, dan industri harus bekerja sama untuk menutup celah sebelum polusi plastik semakin mengakar dalam rantai makanan global,” tambahnya.

Tinjauan ini bukan sekadar peringatan. Ini adalah seruan untuk tindakan segera dan terpadu. Tanah adalah fondasi kehidupan. Kita tidak boleh membiarkannya menjadi reservoir beracun.

Pilihan yang kita buat sekarang akan menentukan apakah generasi mendatang akan mewarisi ladang makanan atau hamparan plastik.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Pemerintah
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Pemerintah
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
LSM/Figur
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Swasta
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
LSM/Figur
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
Swasta
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
Swasta
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Swasta
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
Swasta
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
Pemerintah
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Pemerintah
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
Pemerintah
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau