Dalam skenario ini, mereka menyimulasikan bagaimana pola curah hujan akan berubah jika konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer meningkat sebesar 1 persen per tahun selama 140 tahun, lalu menurun dengan laju yang sama selama 140 tahun berikutnya.
Skenario ini, menurut penulis utama Norman Steinert yang juga peneliti di Center for International Climate Research, Norwegia tidak realistis dalam konteks dunia nyata.
Akan tetapi itu merupakan metode sederhana untuk menilai dampak kenaikan dan penurunan suhu global terhadap iklim.
Para peneliti juga menganalisis skenario yang dianggap lebih mendekati kenyataan.
Skenario ini mengasumsikan bahwa emisi global akan terus meningkat hingga tahun 2040.
Namun, setelah tahun 2040, dunia akan melakukan upaya pengurangan emisi yang sangat agresif untuk menurunkan kembali suhu rata-rata global yang telah meningkat.
Berdasarkan skenario tersebut, peneliti kemudian menemukan terjadi pergeseran signifikan pada ITCZ yang berpotensi menyebabkan pergolakan besar pada pola hujan di sebagian besar dunia.
Baca juga: Jakarta Banjir, BPBD Ungkap Alasan Hujan Masih Memgguyur di Musim Kemarau
Afrika Tengah dan Barat serta sebagian Asia Tenggara dapat menghadapi curah hujan yang berkurang, sedangkan Brasil timur laut akan terendam banjir.
Waktu dan intensitas pola cuaca tersebut dapat mengganggu kehidupan miliaran orang serta mempersulit pertanian yang bergantung pada pola cuaca yang konsisten.
Secara total, 23 persen populasi dunia dan lebih dari 12 persen wilayah daratan global dapat terkena dampak.
Richard Allan, seorang profesor ilmu iklim di University of Reading di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengungkapkan ini merupakan studi yang penting karena menyangkut persediaan air.
Steinert juga menambahkan penelitian ini akan lebih membantu jika bisa melihat hasil lokal dan spesifik untuk tempat-tempat yang mungkin terdampak oleh perubahan pola cuaca akibat pemanasan iklim.
"Namun cara terbaik untuk menghindari risiko ini adalah dengan mengurangi emisi sesegera mungkin," kata Steinert.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya