KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisiol Nurofiq meminta produsen untuk menaati aturan pemerintah daerah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai untuk menekan timbulan sampah plastik.
Dalam acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Badung, Bali, Kamis (5/6/2025), Menteri LH mengapresiasi Gubernur Bali Wayan Koster yang mengeluarkan aturan mengenai pembatasan botol air kemasan di bawah satu liter, dengan hanya satu produsen yang belum menyatakan kesanggupan mematuhi ketentuan tersebut.
"Tadi disampaikan oleh Pak Gubernur adalah salah satu produsen yang tidak, belum mendukung upaya Pak Gubernur menuju Bali bersih. Saya ingatkan hari ini, secepatnya mengikuti apa yang diarahkan Pak Gubernur atau akan berhadapan dengan Menteri Lingkungan Hidup," kata Menteri Hanif.
Dia mengingatkan adanya urgensi untuk menekan sampah plastik, merujuk kepada laporan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2021 bahwa terdapat produksi 400 juta ton plastik setiap tahun di mana hanya 10 persen di antaranya yang berhasil didaur ulang.
Baca juga: Sedotan Plastik vs Kertas, Kenapa Larangan Trump Tak Sepenuhnya Salah?
Situasi tersebut juga dijumpai di Indonesia, karena menurut Menteri Hanif, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) telah melaporkan dari 34,2 juta ton sampah pada 2024 dari 317 kabupaten/kota, sebanyak 19,74 persen di antaranya adalah sampah plastik.
Padahal, jelasnya, hanya 39,01 persen sampah nasional yang terkelola dengan layak, sementara sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) open dumping atau pembuangan terbuka, dibakar atau bahkan mencemari lingkungan.
Untuk itu, tema "Hentikan Polusi Plastik" yang disoroti Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 harus menjadi panggilan, bukan hanya untuk kesadaran tapi juga bertindak.
Dia meminta keterlibatan dunia usaha untuk menekan timbulan sampah plastik, dengan merancang produk yang bisa didaur ulang.
"Tolong diingat kepada semua dunia usaha tidak ada alasan lagi untuk tetap memproduksi plastik yang tidak bisa kita olah dan susah kita daur ulang, yang susah kita tangkap lagi di lapangan. Semisal plastik saset kecil," demikian Hanif Faisol Nurofiq.
Baca juga: Minuman dalam Kemasan Plastik Kecil Paling Berbahaya bagi Lingkungan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya