Ekstrak lerak, misalnya, diketahui mampu menurunkan emisi metan hingga 11 persen melalui mekanisme penghambatan protozoa rumen (perut pertama hewan ruminansia).
Sri menambahkan, inovasi berupa herbal mineral block juga dikembangkan sebagai suplemen praktis, dengan kombinasi mineral dan aditif fitogenik untuk mendukung kesehatan ternak.
Ketiga, meningkatkan kualitas daging melalui proteksi asam lemak tidak jenuh. Salah satu masalah daging ruminansia adalah tingginya kadar asam lemak jenuh akibat proses biohidrogenasi di rumen.
Untuk mengatasinya, digunakan teknik proteksi dengan sabun kalsium berbasis minyak kedelai dan flaxseed guna mempertahankan kandungan asam lemak tidak jenuh seperti linoleat.
“Dengan proteksi tersebut, daging yang dihasilkan menjadi lebih sehat dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar premium,” jelas Sri.
Namun, Sri juga mengakui masih ada kendala dalam penerapan strategi ini, terutama dalam produksi massal senyawa aktif aditif fitogenik.
“Proses ekstraksinya masih mahal dan rumit. Senyawanya juga mudah menguap, sehingga perlu proteksi melalui enkapsulasi berbasis protein dan karbohidrat,” ujarnya.
Meski demikian, penerapan 3 pendekatan ini tidak hanya dinilai dapat menjawab tantangan pangan dan ekonomi, tapi juga mendukung transisi sistem peternakan nasional ke arah yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Baca juga: Kelola Kotoran Ternak Jadi Biogas Bisa Kurangi Emisi hingga 80 Persen
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya