Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan

Kompas.com, 14 Juli 2025, 12:33 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Emisi formaldehida dari perekat pada produk furnitur selama ini bukan hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga berisiko terhadap kesehatan manusia.

Dalam jangka panjang, paparan zat ini bisa memicu kondisi yang dikenal sebagai sick building syndrome, gangguan kesehatan yang muncul akibat kualitas udara dalam ruangan yang buruk.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan inovasi perekat urea-formaldehida rendah emisi.

Teknologi ini tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga berbasis limbah non-kayu serta pertanian yang dinilai lebih aman untuk digunakan dalam produk rumah tangga.

“Inovasi ini kami kembangkan agar masyarakat bisa menggunakan perekat yang lebih sehat, murah, dan ramah lingkungan,” ujar Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN, Muhammad Adly Rahandi Lubis, Senin (14/7/2025).

Menurut Adly, pengembangan perekat untuk produk panel komposit yang tidak menggunakan kayu ini telah dimulai sejak 2021 bersama Greenie Indonesia, dengan fokus pada bahan baku biomassa lokal.

Baca juga: PLTU Paiton Didorong Terapkan Co-firing Biomassa hingga CCS

Tujuannya adalah menghadirkan perekat yang tahan air sekaligus menjawab kebutuhan industri terhadap bahan produksi yang berkelanjutan.

Tidak hanya menekan pada pengurangan emisi formaldehida, teknologi ini juga membuka peluang pemanfaatan limbah dan penerapan ekonomi sirkular.

Inovasi ini diharapkan dapat mengurangi dampak pembakaran limbah serta memperkuat praktik produksi yang lebih hijau di berbagai sektor, mulai dari industri furnitur, makanan dan minuman, hingga fesyen.

“Inisiatif ini juga kami arahkan untuk memberdayakan petani non-kayu dan pengumpul sampah, sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi perempuan, pemuda, dan pekerja tidak terampil,” kata Adly.

Meski mulai mendapat perhatian dari perusahaan besar, pengembangan teknologi ini masih menghadapi kendala produksi. Kapasitas yang tersedia saat ini hanya sekitar seratus kilogram per bulan. Adly menilai, peningkatan skala industri memerlukan fasilitas dan modal besar.

Baca juga: Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan

Namun, menurutnya tantangan tersebut bisa diatasi dengan berbagai strategi, seperti menjalin kerja sama produksi (maklon), menerapkan konsep B2B, memperkuat branding lewat partisipasi dalam ekspo, serta melanjutkan riset untuk menjaga kualitas dan keberlanjutan teknologi.

Lebih jauh, Adly menilai pengembangan perekat berbasis limbah ini dapat mengurangi ketergantungan impor, mendorong pertumbuhan UMKM, dan memperluas penciptaan lapangan kerja baru di sektor industri furnitur hijau.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau