KOMPAS.com - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, tenaga surya menghasilkan lebih banyak listrik daripada sumber energi lainnya di Uni Eropa (EU) pada bulan lalu.
Data terbaru dari lembaga riset energi Ember menunjukkan pada Juni 2025, tenaga surya menjadi penyumbang listrik terbesar di UE yakni sebanyak 22,1 persen.
Jumlah tersebut mengalahkan tenaga nuklir dan jauh melampaui bahan bakar fosil.
Sebelumnya, pada 2008, hanya 1 persen dari bauran energi terbarukan Eropa berasal dari tenaga surya. Sedangkan pada 2023, tenaga surya mencapai 20,5 persen.
Setidaknya 13 negara anggota mencapai rekor energi surya bulanan, termasuk Belanda (40,5 persen) dan Yunani (35,1 persen), berkat lonjakan kapasitas dan cuaca cerah yang berkelanjutan.
Peningkatan penggunaan tenaga surya ini juga membantu UE mengatasi lonjakan permintaan listrik yang dipicu oleh gelombang panas ekstrem yang melanda benua itu.
Di sisi lain, mengutip Euronews, Senin (14/7/2025), seiring melonjaknya penggunaan listrik tenaga surya, ketergantungan Eropa pada batu bara justru menurun drastis.
Baca juga: Kapasitas Listrik Tenaga Surya di Dunia Bertambah 593 Gigawatt Tahun Ini
Hanya 6,1 persen listrik UE berasal dari batu bara, turun dari 8,8 persen tahun sebelumnya dan merupakan level terendah bulanan yang pernah tercatat.
Jerman dan Polandia, yang bersama-sama menyumbang mayoritas penggunaan batu bara di UE, keduanya mengalami rekor terendah. Jerman hanya menghasilkan 12,4 persen listriknya dari batu bara, sementara bauran energi Polandia masih sangat bergantung pada batu bara yakni sebesar 42,9 persen secara keseluruhan.
Negara-negara lain termasuk Ceko (17,9 persen), Bulgaria (16,7 persen), dan Denmark (3,3 persen) juga mencapai titik terendah baru.
Sementara itu, sebanyak 10 negara UE sudah tidak menggunakan listrik dari batu bara sama sekali, termasuk Irlandia yang baru saja menutup pembangkit terakhirnya.
Selain itu, Spanyol dan Slovakia juga berencana untuk menghentikan penggunaan batu bara di tahun 2025.
Tiga belas negara UE juga mencatat pangsa energi surya tertinggi sepanjang sejarah mereka.
Negara-negara tersebut termasuk Belgia, Kroasia, Prancis, Hongaria, Italia, Portugal, dan Slovakia.
Secara kolektif, data ini menunjukkan harapan bagi transisi energi Eropa.
Keberhasilan Eropa dalam energi surya sebagian besar berkat dukungan kuat dari masyarakatnya. Dukungan ini makin besar karena mereka bisa melihat langsung manfaat ekonomi dari penggunaan energi terbarukan.
Laporan Komisi Eropa menunjukkan bahwa sekitar 90 persen warga Eropa mendukung langkah Uni Eropa untuk memajukan penggunaan energi terbarukan.
Di banyak negara, panel surya di atap rumah, tagihan listrik yang lebih murah, dan kemandirian dari pasar bahan bakar fosil yang tidak stabil sangat menarik bagi konsumen muda yang lebih peduli pada isu iklim.
Penelitian juga menunjukkan bahwa skema energi berbasis komunitas yang menawarkan diskon, kepemilikan bersama, atau penciptaan lapangan kerja lokal mendapatkan dukungan konsisten dari warga Eropa.
Baca juga: ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Proyek-proyek ini juga cenderung sukses dalam jangka panjang jika masyarakat dilibatkan sejak awal dan keuntungan finansialnya dibagikan.
Dukungan publik dan proyek energi komunitas itu pun sangat membantu pertumbuhan tenaga surya dan mempercepat upaya Eropa untuk beralih dari bahan bakar fosil.
Meskipun pencapaian bulan lalu signifikan, para analis mengatakan itu hanyalah gambaran sekilas tentang apa yang mungkin.
Studi terbaru oleh Global Energy Monitor mengungkap, bekas tambang batu bara di seluruh Eropa memiliki potensi besar.
Dengan mengalihfungsikannya menjadi ladang surya, area seluas lebih dari 1,2 juta hektare bisa menghasilkan listrik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuah negara seukuran Jerman.
Bukan hanya tenaga surya yang mendorong transisi energi Eropa. Tenaga angin menyumbang hampir 16 persen listrik Uni Eropa pada bulan Mei dan Juni.
Lebih lanjut, kendati energi terbarukan di Eropa mencetak rekor, bahan bakar fosil masih menyumbang sekitar 25 persen dari listrik mereka. Hal ini menunjukkan tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan listrik saat produksi tenaga surya dan angin sedang turun.
Untuk terus memecahkan rekor energi hijau dan sepenuhnya meninggalkan bahan bakar fosil, UE membutuhkan lebih banyak penyimpanan energi, jaringan listrik yang lebih pintar, dan strategi perencanaan yang lebih baik untuk mengelola permintaan listrik.
“Energi terbarukan berbiaya rendah telah membantu sistem energi Eropa keluar dari gejolak harga energi fosil,” ungkap analis energi Ember, Chris Rosslowe.
"Peluang besar selanjutnya bagi energi terbarukan adalah membangun lebih banyak fasilitas penyimpanan baterai. Dengan begitu, listrik terbarukan bisa digunakan pada pagi dan malam hari, yaitu saat ini harga listrik masih mahal karena dipasok oleh bahan bakar fosil," tambahnya.
Baca juga: Bersama China, Indonesia Bisa Dorong Energi Surya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya