JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah mempercepat target swasembada pangan dari tiga tahun menjadi satu tahun untuk dukung ketahanan pangan.
Percepatan ini dilakukan dengan mengubah sejumlah kebijakan mendasar yang selama ini dinilai menghambat produktivitas petani, terutama di tengah ancaman krisis iklim seperti El Niño.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan, salah satu langkah utama adalah refocusing anggaran. Dari total Rp1,7 triliun yang tersedia, dana yang semula dialokasikan untuk perjalanan dinas, renovasi gedung, hingga rapat di hotel, kini dialihkan untuk kebutuhan langsung petani.
“Dana Rp1,7 triliun itu kami alihkan untuk membeli pompa air, karena ada ancaman El Niño,” ujar Amran dalam forum Kagama Leaders Forum Series bertajuk Daulat Pangan di Tengah Disrupsi Geopolitik dan Perang Dagang, Kamis (17/7/2025).
El Niño menyebabkan kekeringan di banyak sawah potensial, sehingga diperlukan pompanisasi untuk menjamin ketersediaan air.
Anggaran juga digunakan untuk pengadaan bibit unggul guna mengurangi risiko gagal panen. Program ini difokuskan di wilayah dengan potensi produksi tinggi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Baca juga: IPB Rilis Inovasi Berbasis AI untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan
Upaya ini tidak berhenti di pengelolaan air. Kementerian Pertanian juga mendorong adopsi teknologi pertanian berbasis GPS, seperti autonomous tractor, yang dinilai dapat mempercepat pengolahan lahan secara signifikan.
“Dulu, untuk menanam 1 hektare butuh waktu 25 hari. Sekarang, bisa menanam 25 hektare dalam 1 hari,” jelasnya.
Amran mengatakan bahwa pihaknya juga mengembangkan lahan pertanian di wilayah timur Indonesia seperti Papua Selatan, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur untuk mendukung pemerataan produksi serta memperkuat ketahanan pangan secara nasional.
Dari sisi kebijakan, Kementan membongkar hambatan regulasi yang selama ini memperumit distribusi pupuk, salah satu penunjang dalam peningkatan hasil pertanian.
“Distribusi pupuk jadi masalah puluhan tahun. Harus melewati 145 regulasi dan paraf dari 12 menteri, 38 gubernur, serta 500-an bupati/wali kota. Sekarang kita sederhanakan,” ujar Amran.
Ia menyebut, instruksi presiden yang keluar dalam dua bulan terakhir membantu mempercepat proses distribusi pupuk yang sebelumnya ruwet dan berlapis. Dengan deregulasi ini, akses petani terhadap pupuk disebut menjadi lebih mudah.
Lebih jauh, Amran menilai pendekatan-pendekatan ini telah memperoleh hasil.
Baca juga: Studi Ungkap Hanya Satu Negara di Dunia yang Bisa Swasembada Pangan
Ia mengutip data lembaga nasional dan internasional, seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang memperkirakan produksi beras Indonesia akan mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026.
Sementara itu, BPS mencatat kenaikan produksi sejak Januari, dengan rata-rata peningkatan mencapai 50 persen. Stok beras di Bulog pun tercatat mencapai 4,5 juta ton, tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Amran menyebut pendekatan yang kini diterapkan berbeda dari sebelumnya. “Dulu pendekatannya parsial, dan itu sebabnya sering gagal,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya strategi menyeluruh dari hulu ke hilir, dengan keterlibatan masyarakat untuk membangun sistem pangan nasional yang lebih tangguh dan berkelanjutan di tengah ancaman seperti kekeringan dan perubahan iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya