Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Berlapis Karhutla, Bunuh Harimau dan Hanguskan Habitatnya

Kompas.com, 29 Juli 2025, 12:28 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berdampak signifikan pada populasi harimau sumatara di Indonesia. Dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Abdul Haris Mustari, mengatakan karhutla bisa membunuh harimau secara langsung hingga menghanguskan habitat aslinya.

"Dampak yang ketiga adalah populasi mangsanya berkurang karena karhutla. mangsanya berkurang ya populasinya pasti juga berkurang. Makanannya berkurang karena mangsa utamanya adalah babi hutan, rusa sambar dan beberapa jenis primata di Sumatera jadi dampaknya berlapis-lapis," ungkap Abdul saat dihubungi, Senin (28/7/2025).

Pembukaan areal hutan untuk tambang maupun perkebunan kelapa sawit turut menyebabkan hilangnya habitat asli harimau. Di Sumatera, misalnya, pembukaan lahan masif terjadi di Aceh hingga Lampung untuk sawit maupun perkebunan kopi.

Baca juga: Ahli IPB: Hukum yang Kurang Bertaring Sebab Harimau Sumatera Kian Terdesak

Alhasil, konflik antara manusia dengan harimau tak terhindarkan.

"Kalau sekarang sering terjadi kita dengar berita bahwa ada harimau secara kecelakaan memangsa manusia, pekerja sawit atau penduduk lokal, ya itu kan sebenarnya kalau dipikir-pikir memang dulu di situ adalah habitatnya harimau. Tetapi dikonversi menjadi lahan sawit area transmigrasi, pertambangan, sawit dan kampung," tutur Abdul.

Ironisnya, dalam setiap konflik dengan manusia harimau kerap menjadi pihak yang disalahkan. Padahal satwa dilindungi ini hanya kembali ke tempat asalnya yang kini ditinggali oleh manusia.

Perburuan liar turut menyebabkan populasi harimau kian tergerus.

"Sekarang itu kan justru yang banyak merusak hutan, perburuan liar orang-orang dari luar atau pesanan dari luar. Penduduk asli sebenarnya sangat menghargai karagaman hayati," ucap Abdul.

"Sehingga kan yang membuka lahan sawit bukan penduduk penduduk di situ sebenarnya, yang (mempunyai) modal-modal besar. Penduduk di situ hanya berapa hektare sih satu orang, tetapi dari perusahaan-perusahaan besar puluhan ribu hektare (membuka lahan)," imbuh dia.

Baca juga: Global Tiger Day: Fakta Terbaru Harimau Sumatera dari Riset Terkini Para Ahli

Manusia Picu Karhutla

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat luas kebakaran lahan dan hutan atau karhutla di Indonesia mencapai 8.594 hektare pada Januari-Juli 2025.

Kepala Subdit Penanggulangan Kebakaran Hutan Kemenhut, Israr Albar, menjelaskan faktor manusia mendominasi penyebab kebakaran hutan dan lahan. Hal ini diperparah dengan melonjaknya jumlah titik panas, cuaca, dan musim kemarau.

"Saya kira untuk negara-negara tropis di Asean, penyebab utamanya (karhutla) adalah dari faktor manusia," jelas Israr dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025).

Selain itu, kondisi iklim juga menjadi pemicu utama. Isra mengungkapkan, wilayah Indonesia tidak sedang mengalami El Nino, penyebab kekeringan akibat berkurangnya curah hujan. Menurut Badan, Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam posisi netral, atau di bawah angka 0,5.

Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Lukita Awang, mengatakan ada 854 titik panas atau hotspot tercatat di periode tersebut. Mayoritas karhutla terjadi di Nusa Tenggara Timur (1.424 ha), Kalimantan Barat (1.149 ha), serta Riau (751 ha).

Baca juga: Populasi Harimau Turun 10 Persen dari 2008 - 2017, Manusia Ancaman Terbesar

"Memang titik kebakaran dimulai pada Juli sampai November. Untuk itu tim kami, bahkan Kepala Balai Pengendalian Kebakaran berusaha untuk tim agar ada di lapangan," kata Lukita. 

Berdasarkan jenis tanah, 80,15 persen lahan yang terbakar adalah gambut dan sisanya lahan mineral. Sedangkan berdasarkan jenis tutupan lahan, 93,93 persen terjadi di area non hutan dan 6,07 persen kawasan hutan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
LSM/Figur
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
LSM/Figur
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau