Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Alam Terus Memberikan Tekanan pada Pasar Asuransi Global

Kompas.com, 31 Juli 2025, 19:35 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tinjauan Bencana Alam terbaru yang diterbitkan oleh Wilis, perusahaan konsultan, pialang, dan solusi global terkemuka menyebut bencana alam bakal terus membebani pasar asuransi global.

Secara global, kerugian yang ditanggung oleh asuransi akibat bencana alam kini secara konsisten melebihi 100 miliar dolar AS setiap tahunnya.

Dan peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2025 menunjukkan bahwa kerugian yang melebihi 100 miliar dolar AS kemungkinan besar akan terus berlanjut setidaknya selama satu tahun lagi.

"Tren ini tampaknya akan terus berlanjut karena upaya global kemungkinan besar gagal untuk menjaga suhu di bawah 2 derajat C dari tingkat pra-industri. Fokus kita sekarang harus beralih ke adaptasi dan pembangunan ketahanan dalam menghadapi kenyataan baru ini," ungkap Dr. Christopher Au, Kepala Pusat Risiko Iklim APAC Willis, dikutip dari Eco Business, Rabu (30/7/2025).

Baca juga: Sektor Asuransi Tak Mampu Tawarkan Perlindungan jika Krisis Iklim Makin Parah

Tingkat keparahan dan skala bencana alam yang terjadi baru-baru ini menunjukkan perlunya menghadapi era baru cuaca ekstrem.

Para manajer risiko pun harus menilai kembali risiko yang ada, mengintegrasikan perkiraan iklim ke dalam rencana mereka, dan memastikan kerangka kerja asuransi dan risiko dioptimalkan untuk ancaman yang terus berkembang saat ini.

Selain itu juga diperlukan strategi berbasis data untuk mempersempit kesenjangan perlindungan dan tetap tangguh di dunia yang berubah dengan cepat.

“Kebakaran hutan yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan tahun ini menandai titik balik pemahaman kita tentang risiko iklim di Asia Tenggara dan Asia Timur. Secara historis, kebakaran hutan di wilayah ini jarang terjadi dan terlokalisasi, tetapi perubahan iklim mengubah narasi tersebut," kata Dr. Au.

Musim kebakaran yang lebih panjang dan panas, curah hujan yang tidak menentu, dan perluasan pembangunan ke kawasan hutan menciptakan zona rawan kebakaran baru di mana paparan dan kerentanan bersinggungan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: SBTi Rilis Standar Net Zero untuk Bank dan Investor, Atur soal Pinjaman hingga Asuransi

"Saat ini, kami melihat adanya permintaan yang meningkat untuk penilaian kebakaran hutan di tingkat lokasi yang tidak lagi hanya berdasarkan rata-rata historis. Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa risiko harus dikelola," tambahnya.

Laporan ini tak hanya menyajikan pandangan ke depan tentang risiko bencana alam untuk sisa tahun 2025 dan awal tahun 2026.

Laporan juga memberikan saran konkret tentang cara memanfaatkan prakiraan cuaca musiman, dan mengidentifikasi wilayah geografis yang mungkin akan menghadapi risiko bencana yang meningkat selama tiga hingga enam bulan ke depan.

Misalnya saja perusahaan dapat mengatasi ancaman bencana alam melalui strategi mitigasi dan adaptasi risiko yang disesuaikan, serta solusi asuransi seperti produk parametrik.

Selain itu dengan menggabungkan data spesifik, keahlian lokal, dan cara-cara inovatif untuk mengalihkan risiko, juga dapat membantu bisnis membangun ketahanan terhadap meningkatnya ancaman kebakaran hutan di Asia.

Baca juga: Bright Side Tarif 19 Persen AS, Peluang bagi Produk Hijau dan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
LSM/Figur
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau