Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kena Badai Tarif 19 Persen AS, Petambak Udang RI Alih Haluan ke China

Kompas.com, 7 Agustus 2025, 12:08 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membuat rencana ekspansi Denny Leonardo berantakan.

Leonardo, seorang petambak dari Pandeglang, Banten, awalnya berencana menambah sekitar 100 kolam baru tahun 2025 di tambak yang kini sudah punya 150 kolam. Namun, kini ia terpaksa mempertimbangkan ulang ketika pesanan dari AS menyusut setelah ancaman tarif pertama Trump pada April.

Meski tarif terbaru sebesar 19 persen — yang disepakati dengan AS pada Juli dan akan mulai berlaku minggu ini — lebih rendah dibandingkan tarif awal sebesar 32 persen, Leonardo tetap merasakan dampaknya terhadap bisnisnya.

"Dengan tekanan dari AS terhadap ekspor Indonesia, semua orang kini berlomba mencari peluang baru untuk diversifikasi, mengurangi ketergantungan pada AS," kata petambak udang berusia 30 tahun itu setelah pengumuman tarif bulan Juli.

Amerika Serikat merupakan pasar terbesar bagi udang Indonesia, membeli 60 persen dari total ekspor udang Indonesia yang senilai 1,68 miliar dolar AS tahun lalu.

Andi Tamsil, ketua asosiasi petambak udang Indonesia, memperkirakan tarif 19 persen tersebut dapat menyebabkan total ekspor anjlok hingga 30 persen tahun ini dibandingkan tahun 2024, mengancam mata pencaharian satu juta pekerja.

Baca juga: Trump Minta RI Ekspor Tembaga, Pengamat: Kalau yang Diekspor Bijih Ganggu Hilirisasi

Incar China

Meski kesepakatan tarif telah tercapai pada Juli, sebagian besar pelanggan AS masih menahan pembelian udang, kata Budhi Wibowo, ketua asosiasi pelaku usaha perikanan.

Ia mencatat bahwa tarif baru ini menempatkan Indonesia pada posisi kurang menguntungkan dibanding Ekuador, produsen utama udang budidaya dunia, yang tarif impornya ditetapkan sebesar 15 persen.

Budhi mengungkapkan, China merupakan importir udang terbesar di dunia berdasarkan volume, namun Indonesia selama ini lebih memilih menjual ke AS karena harga yang lebih menguntungkan.

Sebelum tarif diberlakukan, China biasanya hanya membeli 2 persen dari total ekspor udang Indonesia.

Kini, industri harus bekerja keras untuk mempromosikan produknya kepada pembeli di China.

Pada Juni, Tamsil bersama delegasi perwakilan industri melakukan perjalanan ke kota Guangzhou untuk bertemu dengan para importir, pemilik restoran, dan platform agri-commerce. Kunjungan serupa telah direncanakan ke depan.

“Kita punya peluang sangat besar di China yang mengimpor sekitar 1 juta ton udang,” kata Tamsil seperti dikutip Reuters, Rabu (6/8/2025). “Bayangkan kalau kita bisa mengambil hanya 20 persen dari pasar impor udang China.”

Budhi dari asosiasi perikanan menambahkan bahwa Indonesia juga bisa mendiversifikasi ekspor ke Timur Tengah, Korea Selatan, Taiwan, dan Uni Eropa, terutama karena Indonesia hampir menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas dengan Brussels.

Kembali ke tambak, Leonardo yakin bisnis yang ia warisi dari ayahnya itu dapat bertahan menghadapi badai tarif dari AS. Namun, ekspansi usaha mungkin tidak akan secepat yang ia harapkan sebelumnya.

“Saya optimistis perusahaan saya bisa bertahan karena tetap akan ada pasokan dan permintaan. Tapi untuk pertumbuhan, saya tidak terlalu optimistis,” kata Leonardo.

Baca juga: Energi Pusat Data: PBB Pilih Terbarukan, Trump Gas Fosil, Indonesia?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau