Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Kematian akibat Karhutla 93 Persen Lebih Tinggi dari Perkiraan

Kompas.com, 15 Agustus 2025, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Asap kebakaran hutan mengandung polutan berbahaya bagi kesehatan, termasuk partikel halus (PM2.5), yang telah dikaitkan dengan peningkatan angka kematian dan kesakitan.

Sebuah studi baru oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) kini memberikan bukti kuat bahwa PM2.5 dari kebakaran hutan menimbulkan risiko kematian yang lebih besar daripada partikel yang tidak terkait dengan kebakaran.

Hasil penelitian, yang diterbitkan di jurnal The Lancet Planetary Health, juga menunjukkan bahwa angka kematian yang berhubungan dengan asap kebakaran hutan diperkirakan jauh lebih tinggi dari yang terdata.

Angka kematian yang diperkirakan karena asap kebakaran hutan selama ini hanya sekitar 7 persen dari total angka kematian yang sesungguhnya.

Baca juga: Dampak Jangka Panjang Kebakaran Hutan: Cemari Perairan Hingga 10 Tahun

Itu artinya ada 93 persen kasus kematian yang sebenarnya terkait dengan asap kebakaran, namun tidak terhitung atau terabaikan dalam data.

Hasil studi ini berdasarkan data dari proyek EARLY-ADAPT, yang mencakup catatan kematian harian dari 654 wilayah di 32 negara Eropa. Proyek ini mencakup populasi sebanyak 541 juta orang.

Melansir Medical Xpress, Kamis (14/8/2025), tim peneliti menggabungkan data kematian harian tersebut dengan estimasi harian PM2.5, baik yang berasal dari kebakaran maupun non-kebakaran, dari tahun 2004 hingga 2022.

Untuk menganalisis dampak jangka pendek asap kebakaran hutan terhadap kematian, mereka menggunakan model statistik yang memperhitungkan efek tunda (lagged effects).

Ini karena masalah kesehatan mungkin tidak langsung muncul. Analisis tersebut mencakup angka kematian dari semua penyebab, serta dari penyebab pernapasan dan kardiovaskular.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan PM2.5 yang lebih tinggi dari kebakaran hutan meningkatkan risiko kematian dalam tujuh hari setelah paparan.

Secara spesifik, setiap kenaikan konsentrasi PM2.5 sebesar 1 µg/m³ menyebabkan kenaikan angka kematian 0,7 persen untuk semua penyebab, 1 persen untuk penyebab pernapasan, dan 0,9 persen untuk penyebab kardiovaskular.

Baca juga: Karhutla di Sumatera Picu Kematian Gajah akibat Terbakarnya Habitat

Studi sebelumnya menyarankan bahwa PM2.5 dari kebakaran hutan mungkin 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan partikel dari sumber lain, seperti emisi lalu lintas.

"Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas kebakaran hutan, karena menciptakan kondisi yang mendukung penyebarannya dan meningkatkan jumlah hari dengan risiko kebakaran yang sangat tinggi atau ekstrem tinggi," ujar Anna Alari, peneliti ISGlobal dan penulis utama studi ini.

"Meningkatkan estimasi mortalitas kebakaran hutan terkait PM2.5 akan membantu melacak beban ancaman terkait perubahan iklim ini terhadap kesehatan masyarakat dengan lebih baik," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau