KOMPAS.com - Asap kebakaran hutan mengandung polutan berbahaya bagi kesehatan, termasuk partikel halus (PM2.5), yang telah dikaitkan dengan peningkatan angka kematian dan kesakitan.
Sebuah studi baru oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) kini memberikan bukti kuat bahwa PM2.5 dari kebakaran hutan menimbulkan risiko kematian yang lebih besar daripada partikel yang tidak terkait dengan kebakaran.
Hasil penelitian, yang diterbitkan di jurnal The Lancet Planetary Health, juga menunjukkan bahwa angka kematian yang berhubungan dengan asap kebakaran hutan diperkirakan jauh lebih tinggi dari yang terdata.
Angka kematian yang diperkirakan karena asap kebakaran hutan selama ini hanya sekitar 7 persen dari total angka kematian yang sesungguhnya.
Baca juga: Dampak Jangka Panjang Kebakaran Hutan: Cemari Perairan Hingga 10 Tahun
Itu artinya ada 93 persen kasus kematian yang sebenarnya terkait dengan asap kebakaran, namun tidak terhitung atau terabaikan dalam data.
Hasil studi ini berdasarkan data dari proyek EARLY-ADAPT, yang mencakup catatan kematian harian dari 654 wilayah di 32 negara Eropa. Proyek ini mencakup populasi sebanyak 541 juta orang.
Melansir Medical Xpress, Kamis (14/8/2025), tim peneliti menggabungkan data kematian harian tersebut dengan estimasi harian PM2.5, baik yang berasal dari kebakaran maupun non-kebakaran, dari tahun 2004 hingga 2022.
Untuk menganalisis dampak jangka pendek asap kebakaran hutan terhadap kematian, mereka menggunakan model statistik yang memperhitungkan efek tunda (lagged effects).
Ini karena masalah kesehatan mungkin tidak langsung muncul. Analisis tersebut mencakup angka kematian dari semua penyebab, serta dari penyebab pernapasan dan kardiovaskular.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan PM2.5 yang lebih tinggi dari kebakaran hutan meningkatkan risiko kematian dalam tujuh hari setelah paparan.
Secara spesifik, setiap kenaikan konsentrasi PM2.5 sebesar 1 µg/m³ menyebabkan kenaikan angka kematian 0,7 persen untuk semua penyebab, 1 persen untuk penyebab pernapasan, dan 0,9 persen untuk penyebab kardiovaskular.
Baca juga: Karhutla di Sumatera Picu Kematian Gajah akibat Terbakarnya Habitat
Studi sebelumnya menyarankan bahwa PM2.5 dari kebakaran hutan mungkin 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan partikel dari sumber lain, seperti emisi lalu lintas.
"Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas kebakaran hutan, karena menciptakan kondisi yang mendukung penyebarannya dan meningkatkan jumlah hari dengan risiko kebakaran yang sangat tinggi atau ekstrem tinggi," ujar Anna Alari, peneliti ISGlobal dan penulis utama studi ini.
"Meningkatkan estimasi mortalitas kebakaran hutan terkait PM2.5 akan membantu melacak beban ancaman terkait perubahan iklim ini terhadap kesehatan masyarakat dengan lebih baik," tambahnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya