Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Hutan di Uni Eropa Capai Level Terburuk Sepanjang Sejarah

Kompas.com, 25 Agustus 2025, 20:25 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Kebakaran hutan yang melanda Uni Eropa telah membakar lebih dari 1 juta hektare tahun ini, menjadikan tahun 2025 sebagai tahun terburuk dalam sejarah. Rekor ini pecah sebulan penuh sebelum musim kebakaran berakhir.

Berdasarkan data resmi yang masih akan terus diperbaharui, kebakaran di UE telah melahap lahan seluas empat kali lipat dibandingkan rata-rata periode yang sama selama dua dekade terakhir.

Melansir Guardian, Jumat (22/8/2025) data dari European Forest Fire Information System (Effis) sejak tahun 2003, area yang terbakar tahun ini mencapai 1.015.024 hektare, memecahkan rekor 2017 seluas 988.544 hektare.

Padahal cuaca berisiko tinggi pemicu kebakaran masih akan berlangsung selama beberapa minggu. Kebakaran yang merusak ini juga telah melepaskan 37 juta ton karbon dioksida.

Baca juga: Dampak Jangka Panjang Kebakaran Hutan: Cemari Perairan Hingga 10 Tahun

Selain itu, kebakaran ini juga memecahkan rekor untuk sembilan polutan udara lainnya pada periode yang sama, termasuk partikel halus yang dikenal sebagai PM2.5.

Para ahli mengatakan bahwa PM2.5 membuat kebakaran hutan jauh lebih mematikan dari yang diperkirakan sebelumnya.

Cristina Santín Nuño, seorang ilmuwan kebakaran di Dewan Riset Nasional Spanyol, mengatakan bahwa "kondisi sempurna" untuk kebakaran hutan yang besar dan berbahaya semakin sering terjadi karena perubahan iklim dan cara manusia menggunakan lahan.

"Ini menyedihkan dan menakutkan tapi sebenarnya tidak mengejutkan," katanya.

Kebakaran hutan melalap sebagian besar wilayah Eropa selatan bulan ini, saat gelombang panas mendorong suhu hingga di atas 40 derajat C di sebagian besar Mediterania dan Balkan.

Periode panas yang terik dan berkepanjangan ini mengeringkan vegetasi yang tumbuh subur setelah musim semi yang basah di negara-negara seperti Spanyol dan Portugal, sehingga memungkinkan api membakar dengan suhu lebih tinggi dan menyebar lebih luas.

"Gelombang panas yang terkonsentrasi meningkatkan kemampuan atmosfer untuk mengeringkan rumput dan herba serta bahan bakar lainnya," ujar Victor Resco de Dios, seorang insinyur kehutanan di University of Lleida.

"Kondisi ini dibarengi oleh kondisi atmosfer yang sangat tidak stabil, yang berujung pada terjadinya badai api," tambahnya.

Meskipun tercatat telah menewaskan lebih dari belasan orang, para ilmuwan memperkirakan jumlah kematian yang tidak terhitung jauh lebih besar.

Awan asap tebal bisa merusak paru-paru dengan gas dan partikel beracun yang sangat kecil, bahkan bisa masuk ke aliran darah.

Sebuah studi yang diterbitkan di The Lancet pada Desember lalu menyebut bahwa asap kebakaran hutan adalah penyebab 111.000 kematian setiap tahun di Eropa, termasuk Rusia, dari tahun 2000 hingga 2019.

Baca juga: 1 Miliar Orang Terpapar Asap Kebakaran Hutan Tiap Tahun

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau