JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup, Ade Palguna Ruteka, menyebutkan pemerintah menargetkan 33.000 ton sampah bisa diolah perharinya menjadi sumber energi listrik. Pengelolaan itu dilakukan merujuk pada sistem waste to energy yang tengah disiapkan di setiap daerah dengan produksi sampah di atas 1.000 ton per hari.
"Jadi jumlah sampah saat ini yang dihasilkan oleh Indonesia satu harinya itu sekitar 140.000 ton. Dan ditargetkan akan diolah melalui sistem waste to energy sekitar 33.000 ton sampah," kata Ade ditemui usai konferensi pers PepsiCo Indonesia di Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).
Selain itu, pihaknya juga bakal mewajibkan industri penghasil plastik untuk mengambil kembali sampah kemasannya. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai refuse dry fuel, bahan bakar dalam pengolahan semen.
Baca juga: Bali Waste Cycle Sulap Sampah Plastik Jadi Papan hingga Kaki Palsu
Ade mencatat, ada sekitar 16 pabrik semen di seluruh Indonesia yang sebagian besarnya memanfaatkan RDF.
"Yang pentingnya (sampah plastik) harus diolah dengan ukuran tertentu untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar di dalam industri semen tersebut," papar dia.
Berdasarkan laporan baru 39,1 persen sampah di Indonesia yang terkelola saat ini. Sedangkan 60 persen sisanya belum terkelola dan dibuang sembarangan. KLH lantas menargetkan pengelolaannya mencapai 51,2 persen pada akhir tahun 2025, dan 100 persen di 2029.
"Masih banyak PR buat kita untuk bisa mengurangi sampah di lingkungan, sehingga harus kita kelola sampai 100 persen sampah itu. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampahnya," jelas Ade.
"Pada saat sampah itu dikelola, artinya ekosistemnya terbentuk gitu ya, ada tempat pengelolaan sampah sementara, TPS3R, pemerintah sudah menyediakan ekosistem untuk pengelolaan sampah tetapi tidak cukup kapasitasnya," imbuh dia.
Ditemui secara terpisah, Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan mulai tahun ini produsen akan diwajibkan mengumpulkan, mengolah, mendaur ulang, hingga memusnahkan limbah dari produk.
Kebijakan Extended Producer Responsibility atau EPR ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebelumnya, KLH belum mewajibkan aturan pengelolaan sampah tersebut.
Baca juga: KLH/BPLH Genjot Target Indonesia Bersih 2029 lewat Pengendalian Sampah 100 Persen
"Itu (dalam UU) sifatnya wajib. Cuma memang waktu itu karena situasinya ya, jadi masih voluntary. Sekarang sedang kami selesaikan peraturan atau instrumenya menjadi wajib (mengelola sampah)," sebut Hanif, Kamis (21/8/2025).
Dengan begitu, akan terbentuk pula sirkular ekonomi sekaligus pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Kendati begitu, Hanif tak menampik bila prosesnya tak langsung instan. Pihaknya juga tengah menyusun insentif maupun disinsentif bagi perusahaan terkait pengelolaan sampahnya sendiri.
"Tentu harus ada insentif dong buat teman-teman yang kemudian content recycle-nya lebih tinggi daripada yang lain," tutur dia.
Baca juga: Tahun Ini, Menteri LH Wajibkan Produsen Kelola Sampah Plastik Sendiri
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya