Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLH: Sumatera dan Kalimantan Masih Berisiko Tinggi Alami Karhutla

Kompas.com, 28 Agustus 2025, 11:15 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menyebutkan bahwa risiko kebakaran hutan dan lahan atau karhutla masih tinggi terjadi di timur Sumatera serta Kalimantan. Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan KLH, Dodi Kurniawan, mengatakan potensi karhutla terjadi hingga akhir Agustus 2025.

"Pada tanggal 29 nanti itu (karhutla) sangat tinggi pada daerah Sumatera bagian timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan utara. Pada tanggal 30 sangat kecil ya (risikonya)," ujar Dodi dalam acara yang digelar IPB University, Kamis (28/8/2025).

Dia mencatat, luasan karhutla Januari-Juli 2025 mencapai 95.056 hektare (ha) dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi tertinggi yakni 20.009 ha.

Pada periode yang sama, terjadi penurunan kasus sebesar 11.602 ha dibandingkan 2024. Dodi menyebutkan, penyebab karhutla antara lain penyiapan lahan untuk pertanian, pemilik lahan yang tidak mengontrol lokasi sehingga dengan mudah terjadi pembukaan lahan ilegal.

Baca juga: Karhutla Landa Sumatera dan NTB, Api Hanguskan 177 Hektare Lahan

"Kemudian, ada media rawan terbakar yaitu area gambut, kita memiliki area lahan gambut yang cukup luas dan mudah terbakar. Sehingga ini memang perlu dijaga dan untuk dilindungi dari kebakaran. Tingkat kesadaran masyarakat termasuk pihak swasta masih rendah," papar dia.

Lainnya, pemadaman tidak dilakukan langsung yang pada akhirnya memicu kebakaran meluas. Di sisi lain, menurut Dodi tren karhutla di Indonesia makin menurun setiap tahunnya. Mengutip data Sipongi, 296.942 ha lahan terbakar (2020), 358.867 ha (2021), 204.894 (2022), 1.161.192 ha (2023), dan 376.805 (2024).

"Jadi ada peningkatan tahun 2023, kemudian 2024 terjadi penurunan. Sampai saat ini pemerintah telah menurunkan tingkat kebakaran, pada tahun ini menurut kami adalah salah satu terendah ya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia yaitu hanya mencapai 95.000 hektare," ucap Dodi.

Langkah Antisipasi

Dodi memaparkan, sejauh ini pemerintah memitigasi kebakaran di lahan gambut dengan memastikan lahan tetap basah. Selain itu, memantau titik-titik panas atau hotspot, memantau cuaca, serta meningkatkan kapasitas SDM dan masyarakat peduli api di daerah rawan.

Pihaknya turut menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengantisipasi karhutla, terutama di enam provinsi priorotas.

Baca juga: Studi: Kematian akibat Karhutla 93 Persen Lebih Tinggi dari Perkiraan

Seiring dengan itu, pemerintah menetapkan status siaga darurat di sejumlah provinsi seperti Riau, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan.

"Kami juga mengerakan satuan tugas penanggulangan gambut asap di berbagai provinsi, terbentuknya pos komando di beberapa provinsi, komunitas dan aktivitas lokal. Jadi bagaimana mengkoordinasikan antara pemangku kepentingan di tiga provinsi kabupaten/kota, sampai desa dapat menanggulangi kebakaran lahan," jelas Dodi.

Setidaknya, ada 57 kasus pidana karhutla yang ditangani Polda Riau, enam kasus di Polda Kalimantan Barat, lima kasus di Polda Jambi, 32 perkara perdata yang melibatkan korporasi dan perorangan. Dengan luasan terdampak mencapai 302 ha di Riau, 27 ha di Kalbar, dan 26 ha di Jambi.

Baca juga: Riau Masih Darurat Karhutla, Operasi Modifikasi Cuaca Digelar Sepekan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau