JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menyebutkan bahwa risiko kebakaran hutan dan lahan atau karhutla masih tinggi terjadi di timur Sumatera serta Kalimantan. Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan KLH, Dodi Kurniawan, mengatakan potensi karhutla terjadi hingga akhir Agustus 2025.
"Pada tanggal 29 nanti itu (karhutla) sangat tinggi pada daerah Sumatera bagian timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan utara. Pada tanggal 30 sangat kecil ya (risikonya)," ujar Dodi dalam acara yang digelar IPB University, Kamis (28/8/2025).
Dia mencatat, luasan karhutla Januari-Juli 2025 mencapai 95.056 hektare (ha) dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi tertinggi yakni 20.009 ha.
Pada periode yang sama, terjadi penurunan kasus sebesar 11.602 ha dibandingkan 2024. Dodi menyebutkan, penyebab karhutla antara lain penyiapan lahan untuk pertanian, pemilik lahan yang tidak mengontrol lokasi sehingga dengan mudah terjadi pembukaan lahan ilegal.
Baca juga: Karhutla Landa Sumatera dan NTB, Api Hanguskan 177 Hektare Lahan
"Kemudian, ada media rawan terbakar yaitu area gambut, kita memiliki area lahan gambut yang cukup luas dan mudah terbakar. Sehingga ini memang perlu dijaga dan untuk dilindungi dari kebakaran. Tingkat kesadaran masyarakat termasuk pihak swasta masih rendah," papar dia.
Lainnya, pemadaman tidak dilakukan langsung yang pada akhirnya memicu kebakaran meluas. Di sisi lain, menurut Dodi tren karhutla di Indonesia makin menurun setiap tahunnya. Mengutip data Sipongi, 296.942 ha lahan terbakar (2020), 358.867 ha (2021), 204.894 (2022), 1.161.192 ha (2023), dan 376.805 (2024).
"Jadi ada peningkatan tahun 2023, kemudian 2024 terjadi penurunan. Sampai saat ini pemerintah telah menurunkan tingkat kebakaran, pada tahun ini menurut kami adalah salah satu terendah ya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia yaitu hanya mencapai 95.000 hektare," ucap Dodi.
Dodi memaparkan, sejauh ini pemerintah memitigasi kebakaran di lahan gambut dengan memastikan lahan tetap basah. Selain itu, memantau titik-titik panas atau hotspot, memantau cuaca, serta meningkatkan kapasitas SDM dan masyarakat peduli api di daerah rawan.
Pihaknya turut menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengantisipasi karhutla, terutama di enam provinsi priorotas.
Baca juga: Studi: Kematian akibat Karhutla 93 Persen Lebih Tinggi dari Perkiraan
Seiring dengan itu, pemerintah menetapkan status siaga darurat di sejumlah provinsi seperti Riau, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan.
"Kami juga mengerakan satuan tugas penanggulangan gambut asap di berbagai provinsi, terbentuknya pos komando di beberapa provinsi, komunitas dan aktivitas lokal. Jadi bagaimana mengkoordinasikan antara pemangku kepentingan di tiga provinsi kabupaten/kota, sampai desa dapat menanggulangi kebakaran lahan," jelas Dodi.
Setidaknya, ada 57 kasus pidana karhutla yang ditangani Polda Riau, enam kasus di Polda Kalimantan Barat, lima kasus di Polda Jambi, 32 perkara perdata yang melibatkan korporasi dan perorangan. Dengan luasan terdampak mencapai 302 ha di Riau, 27 ha di Kalbar, dan 26 ha di Jambi.
Baca juga: Riau Masih Darurat Karhutla, Operasi Modifikasi Cuaca Digelar Sepekan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya