KOMPAS.com - Sektor peternakan di Indonesia menghadapi tantangan besar akibat krisis iklim. Untuk menghadapinya, ahli menekankan perlunya tiga strategi utama agar peternakan bisa tetap berkelanjutan sekaligus menekan emisi gas rumah kaca.
Strategi pertama adalah melalui manajemen pakan dengan menambahkan feed additive atau imbuhan pakan. Beberapa opsi yang kini tengah dikembangkan antara lain rumput laut, 3-Nitrooxypropanol (3-NOP), dan tanin.
"Ini ada potensi yang sangat besar dalam pengurangan methan (CH4) menggunakan feed aditif," ujar Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University, Windy Al Zahra, bersama Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Franky Zamzani, dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan.
Kedua, perbaikan genetik pada ternak. Upaya ini diarahkan untuk menghasilkan sapi yang mampu mengonversi pakan dengan lebih efisien sekaligus menekan produksi metana. Caranya adalah dengan menganalisis mikrobioma yang terdapat pada kotoran ternak, yang berperan dalam memunculkan emisi dari limbah.
Ternak yang terbukti rendah metana kemudian diseleksi untuk disilangkan dengan pejantan berkualitas agar menghasilkan keturunan yang lebih ramah lingkungan.
"Contohnya sudah ada, sapi merah putih juga sepengetahuannya saya, salah satunya yang breeding value yang dinilai juga adalah salah satunya adalah methane. Artinya, itu bisa dilakukan," tutur Windy.
Strategi ketiga adalah pengelolaan limbah, khususnya untuk mengurangi emisi metana dan nitrogen dioksida (NO2). Limbah yang tidak dikelola dengan benar berpotensi berubah menjadi sumber gas rumah kaca.
Sayangnya, praktik pembuangan limbah ke sungai masih marak.
Berdasarkan penelitian Windy pada 2025 di sebuah koperasi peternak di Jawa Barat, tercatat 2.060 orang peternak dengan total 10.786 sapi, atau sekitar 39,8 persen, masih membuang limbah ke sungai atau selokan.
"Ini sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya sebetulnya. Tahun-tahun sebelumnya mencapai 80%," ucapnya.
Alasan utama masih banyaknya limbah yang dibuang ke aliran air adalah keterbatasan lahan.
Meski demikian, intervensi mulai dilakukan. Beberapa peternak telah beralih pada pengelolaan limbah yang lebih ramah lingkungan.
266 peternak (1.473 sapi atau 5,2 persen) mengolahnya menjadi kompos; 216 peternak (1.246 sapi atau 4,2 persen) memanfaatkannya sebagai pakan cacing; 252 peternak (1.746 sapi atau 4,9 persen) mengubahnya menjadi biogas; serta 1.418 peternak (8.819 sapi atau 27,4 persen) memindahkan limbah ke kebun.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya