Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ungkap 3 Jurus Jitu Tekan Emisi Ternak, dari Rumput Laut hingga Biogas

Kompas.com, 2 September 2025, 09:34 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com  - Sektor peternakan di Indonesia menghadapi tantangan besar akibat krisis iklim. Untuk menghadapinya, ahli menekankan perlunya tiga strategi utama agar peternakan bisa tetap berkelanjutan sekaligus menekan emisi gas rumah kaca.

Strategi pertama adalah melalui manajemen pakan dengan menambahkan feed additive atau imbuhan pakan. Beberapa opsi yang kini tengah dikembangkan antara lain rumput laut, 3-Nitrooxypropanol (3-NOP), dan tanin.

"Ini ada potensi yang sangat besar dalam pengurangan methan (CH4) menggunakan feed aditif," ujar Dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University, Windy Al Zahra, bersama Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Franky Zamzani, dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan.

Kedua, perbaikan genetik pada ternak. Upaya ini diarahkan untuk menghasilkan sapi yang mampu mengonversi pakan dengan lebih efisien sekaligus menekan produksi metana. Caranya adalah dengan menganalisis mikrobioma yang terdapat pada kotoran ternak, yang berperan dalam memunculkan emisi dari limbah.

Ternak yang terbukti rendah metana kemudian diseleksi untuk disilangkan dengan pejantan berkualitas agar menghasilkan keturunan yang lebih ramah lingkungan.

"Contohnya sudah ada, sapi merah putih juga sepengetahuannya saya, salah satunya yang breeding value yang dinilai juga adalah salah satunya adalah methane. Artinya, itu bisa dilakukan," tutur Windy.

Strategi ketiga adalah pengelolaan limbah, khususnya untuk mengurangi emisi metana dan nitrogen dioksida (NO2). Limbah yang tidak dikelola dengan benar berpotensi berubah menjadi sumber gas rumah kaca.

Buang Limbah ke Sungai Masih Marak

Sayangnya, praktik pembuangan limbah ke sungai masih marak.

Berdasarkan penelitian Windy pada 2025 di sebuah koperasi peternak di Jawa Barat, tercatat 2.060 orang peternak dengan total 10.786 sapi, atau sekitar 39,8 persen, masih membuang limbah ke sungai atau selokan.

"Ini sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya sebetulnya. Tahun-tahun sebelumnya mencapai 80%," ucapnya.

Alasan utama masih banyaknya limbah yang dibuang ke aliran air adalah keterbatasan lahan.

Meski demikian, intervensi mulai dilakukan. Beberapa peternak telah beralih pada pengelolaan limbah yang lebih ramah lingkungan.

266 peternak (1.473 sapi atau 5,2 persen) mengolahnya menjadi kompos; 216 peternak (1.246 sapi atau 4,2 persen) memanfaatkannya sebagai pakan cacing; 252 peternak (1.746 sapi atau 4,9 persen) mengubahnya menjadi biogas; serta 1.418 peternak (8.819 sapi atau 27,4 persen) memindahkan limbah ke kebun.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau