Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kredit Karbon Dinilai Gagal Kurangi Emisi Perusahaan, Studi Ungkap

Kompas.com, 19 September 2025, 17:31 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Banyak perusahaan di seluruh dunia menggunakan kredit karbon sebagai bagian dari strategi iklim mereka untuk mengimbangi emisi.

Kredit karbon adalah sertifikat yang mewakili pengurangan, penghindaran, atau penghilangan satu ton karbon dioksida dari atmosfer.

Meskipun perusahaan mengklaim kredit ini membantu mereka mengurangi dampak lingkungan, ada perdebatan tentang apakah perusahaan yang membelinya benar-benar mengurangi karbon lebih cepat.

Namun, sebuah studi mendalam terhadap 89 perusahaan multinasional, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, mengungkapkan bahwa perusahaan yang membeli kredit karbon tidak mengurangi karbon lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak membelinya.

Baca juga: Filipina akan Terapkan Kebijakan Kredit Karbon, Targetkan Sektor Energi

"Pengimbangan emisi sukarela tidak memiliki kaitan dengan performa lingkungan perusahaan yang baik. Karena itu, cara ini bukanlah alternatif yang bisa diandalkan untuk tindakan regulasi, seperti penetapan harga karbon yang wajib dipatuhi," tulis para peneliti dalam makalah mereka, dikutip dari Phys, Kamis (18/9/2025).

Para peneliti memeriksa lebih dari 400 laporan keberlanjutan dan data lingkungan yang dilaporkan sendiri oleh perusahaan multinasional yang bergerak di industri minyak dan gas, otomotif, dan maskapai penerbangan.

Perusahaan-perusahaan tersebut adalah yang membeli dan menggunakan sekitar seperempat dari seluruh kredit karbon yang tersedia pada tahun 2022.

Kemudian, mereka membandingkan jumlah emisi yang berhasil dikurangi oleh perusahaan-perusahaan ini antara tahun 2018 dan 2023 dan tingkat ambisi dari target iklim mereka, dengan jumlah kredit karbon yang dibeli.

Untuk memastikan data perusahaan akurat, para peneliti mencocokkannya dengan data dari agensi kredit karbon ternama.

Studi tersebut menemukan bahwa, rata-rata, perusahaan menghabiskan sekitar 1 persen dari pengeluaran modal mereka untuk kredit karbon. Ini berarti kredit karbon hanya menyumbang bagian kecil dari keseluruhan anggaran.

Bagi beberapa perusahaan besar yang banyak membeli kredit karbon, seperti Delta Air Lines dan easyJet, membeli kredit dalam jumlah besar dapat mengalihkan dana dari proyek-proyek internal yang sebenarnya akan memangkas emisi mereka secara langsung.

Perusahaan lain menggunakan kredit karbon untuk mencapai target mereka karena cara ini lebih murah dan lebih mudah daripada melakukan perubahan struktural di dalam perusahaan.

Lantas bagaimana solusi untuk mengurangi emisi perusahaan?

Baca juga: Taktik Eropa Capai Target Iklim 2040: Beli Kredit Karbon dari Negara Berkembang

Para peneliti menyarankan agar beralih dari pengimbangan karbon sukarela dan fokus pada langkah regulasi, seperti kepatuhan karbon.

Itu adalah sistem yang diatur pemerintah di mana perusahaan wajib membayar untuk karbon yang mereka lepaskan. Tujuannya adalah untuk menciptakan dorongan finansial bagi perusahaan agar mengurangi emisi mereka.

Studi ini menyoroti pula mengenai kekhawatiran tentang greenwashing, di mana perusahaan menyesatkan konsumen tentang upaya lingkungan mereka. Temuan ini berlaku terlepas dari apakah pergeseran ke sistem regulasi terjadi atau tidak.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa peraturan yang berlaku saat ini sering kali tidak efektif dalam mencegah perusahaan membuat klaim lingkungan yang palsu.

Ini adalah persoalan krusial bagi konsumen yang ingin tahu apakah janji hijau suatu perusahaan benar-benar dijalankan atau hanya sebatas pencitraan belaka.

Baca juga: Menuju Net-Zero: KLH Tekankan Pentingnya Integritas Data Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
Swasta
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Pemerintah
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau