KOMPAS.com - Krisis iklim memicu peningkatan risiko infeksi zoonosis atau penyakit dari hewan yang bisa menginfeksi manusia, termasuk virus mematikan Hendra dan Nipah yang disebarkan oleh kelelawar.
Kelelawar memiliki peran sebagai inang reservoir atau agen pembawa patogen yang terdiri dari virus, parasit, bakteri, sampai infeksi jamur. Kelelawar mempunyai umur antara 10-15 tahun dan terbang hingga 60 kilometer untuk mengembangkan koloni sosialnya.
Kenaikan suhu akibat krisis iklim berdampak terhadap ekologi kelelawar karena hewan mamalia ini tergolong cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kelelawar akan terus bermigrasi secara besar-besaran dari wilayah yang nyaman baginya. Krisis iklim mendorong kelelawar untuk menginvasi daerah-daerah yang dulunya tidak bersahabat. Namun, ketika bermigrasi, tentunya kelelawar juga membawa patogen, sehingga berpotensi menimbulkan penyebaran zoonosis.
Baca juga: Studi Ungkap, Perubahan Iklim Buka Jalan bagi Timbulnya Pandemi Zoonosis
"(Cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan) ini menjadi faktor kunci kelelawar menjadi reservoir yang cukup penting bagi zoonosis," ujar peneliti ahli muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Arief Mulyono dalam webinar beberapa hari lalu.
Kekeringan yang dipicu krisis iklim juga mengakibatkan kelelawar stress secara biologis. Imbasnya, daya tahan kelelawar semakin melemah.
Menurut Arief, saat daya tahannya melemah, kelelawar mengeluarkan patogen ke berbagai tempat yang didatanginya dan berpotensi menginfeksi makhluk hidup lain, termasuk manusia.
Di sisi lain, kerusakan habitat kelelawar justru mendekatkannya dengan manusia dan meningkatkan interaksi di antara keduanya. Peningkatan interaksi antara manusia dengan kelelawar menyebabkan kenaikan kasus zoonosis.
"Peningkatan suhu (akaibat krisis iklim mengakibatkan kelelawar) bermigrasi ke daerah-daerah yang dulunya dingin, sekarang menjadi hangat, seperti Pteropus lylei (kelelawar yang umum di Indonesia) yang berekspansi ke Thailand, Kamboja, dan Vietnam. Diperkirakan tahun 2070, ini semakin luas lagi pergerakannya," tutur Arief.
Ia menganggap penting untuk menjaga kelestarian hutan primer maupun sekunder sebagai habitat dari kelelawar agar hewan mamalia itu tidak bermigrasi ke tempat tinggal manusia.
Baca juga: Kelelawar sebagai Pengendali Hama Padi di Indonesia, Mungkinkah?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya