KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Puluhan tahun lamanya, Sadiah, salah seorang warga Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, tak memiliki WC yang layak.
Sejak ia lahir, kegiatan buang air besar, mandi, mencuci, hingga memasak dilakukan di Sungai Kapuas yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Beberapa jamban yang terbuat dari kayu tampak berdiri di sisi sungai tersebut.
"Saya mulai bangun WC itu di 2021, jadi sebelum tahun-tahun itulah masih menggunakan jamban dari saya lahir. Waktu sebelum ada WC, ya setiap hari malam-malam ke sungai terutama saat kemarau pasti ke sungai," ungkap Sadiah saat ditemui di kediamannya dalam Media Trip Wahana Visi Indonesia (WVI), Jumat (26/9/2025).
Sadiah bercerita, BAB sembarangan sekaligus konsumsi air dari Sungai Kapuas menyebabkan banyaknya kasus muntah dan berak (muntaber) serta stunting pada anak. Ibu anak satu ini akhirnya tersadar bahwa kebiasaan tersebut harus diubah kendati telah mengakar sejak lama.
Baca juga: Cerita Sekadau Turunkan Stunting lewat Program Stop BAB di Sungai
Lambat laun akhirnya dia tergerak membangun toilet sederhana di rumahnya. Sadiah pun mengajak para tetangga untuk mengikuti jejaknya.
"Di sungai kalau setiap pagi orang pada ke sungai semua, (akibatnya) pencemaran (bedampak) bagi kesehatan. Karena kami dulu kan air bersihnya tidak ada, otomatis menggunakan air Kapuas," tutur Sadiah.
"Jadi saya berpikir saat itu saya harus bisa bikin WC, bagaimana caranya kami bekerja sama dengan desa untuk mencapai desa kita yang lebih maju ke depannya," imbuh dia.
Warga kemudian mendapatkan pelatihan membuat kloset sendiri, guna menekan biaya pembangunan toilet. Sadiah turun langsung mengajak dan mengedukasi warga yang enggan memiliki WC sendiri.
Perempuan berusia 44 tahun ini tak pernah menyerah, hingga akhirnya wilayahnya resmi mendeklarasikan Open Defecation Free (Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan) atau ODF pada awal 2025 lalu.
"Terciptanya ODF mungkin perjalanan awal mungkin agak susah karena perilaku masyarakat kan bermacam-macam, apalagi kami ini tinggalnya di pinggiran Sungai Kapuas. Kami berusaha supaya desa kami bisa menjadi desa layak bagi anak-anak," kata Sadiah.
Baca juga: Cegah Muntaber, Kabupaten Sekadau Deklarasi Bebas BAB Sembarangan
Dampak lainnya ialah penurunan angka stunting dari 2024 sebanyak 27 kasus menjadi sembilan kasus di 2025. Sungai Kapuas juga lebih bersih dan bebas tinja. Jamban bekas di sungai beralih fungsi menjadi gudang.
Salah satu jamban di hilir Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, Jumat (26/9/2025). Khusus bagi mereka yang tinggal di dekat rawa dan bantaran sungai, diberikan Gentong Mas Santun atau Gerakan Tolong Masyarakat Sanitasi Tuntas, inisiatif septic tank apung bekerja sama dengan WVI.
Gentong Mas Santun langsung terhubung dengan kloset rumah di mana tinja nantinya akan diurai effective microorganism 4 (EM4). Septic tank ini terbuat dari toren berkelir oranye yang ditanam sebagian di tanah tepat di bawah rumah warga yang berada di bantaran Sungai Kapuas.
Warga lain bernama Ningsih, berinisiatif mengembangkan pengurai sendiri di rumah. Dia mencampurkan lima liter air dengan gula lalu menambahkan klorin. Setelah diendapkan dua hingga tiga hari pengurai dapat digunakan dan disiramkan ke lubang kloset.
"Kadang-kadang kalau ada yang minta itu saya kasih, saya buatkan. Mereka juga diajarin membuatnya, cuman enggak semuanya mau bikin jadi ya sudah beli saja," ucap Ningsih.
Rumah Ningsih sendiri berada di dekat rawa, sehingga apabila kotoran mengalir langsung menimbulkan bau tak sedap. Dengan adanya Gentong Mas Santun, tinja tak lagi mengotori area sekitar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya