Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rifqi Nuril Huda
Mahasiswa Magister Hukum SDA UI

Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wasekjend Dewan Energi Mahasiswa, Wakil Bendahara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia

Demokratisasi Energi dari Limbah Kota

Kompas.com, 1 Oktober 2025, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Dalam konteks ini, waste-to-power bisa menjadi salah satu bagian dari solusi, asalkan dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Kuncinya ada pada dua hal pertama, memastikan teknologi yang digunakan adalah yang paling aman dan terbukti secara internasional, bukan sekadar teknologi murahan yang dipaksakan.

Misalnya, beberapa negara sudah mengembangkan teknologi plasma gasification yang membakar sampah pada suhu ultra-tinggi sehingga polusi lebih minim dibanding insinerasi konvensional. Kedua, memastikan bahwa proyek waste-to-power bukan hanya proyek top-down yang dikendalikan elit politik dan investor, tetapi benar-benar melibatkan masyarakat dalam pengawasan, pemanfaatan, dan bahkan kepemilikan. Inilah yang disebut demokratisasi energi: energi yang bukan hanya diproduksi untuk rakyat, tetapi juga dikelola bersama rakyat.

Model demokratisasi energi ini bisa diwujudkan dengan menjadikan sebagian pembangkit waste-to-power sebagai koperasi energi lokal, di mana warga mendapat saham atau bagian keuntungan dari listrik yang dihasilkan. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi hanya menjadi penonton, tetapi juga pemilik dan pengawas.

Hal ini bukan utopia. Di Jerman, misalnya, ribuan proyek energi terbarukan dikelola koperasi warga, yang tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. Mengapa Indonesia tidak bisa melakukan hal serupa?

Pada akhirnya, diskursus tentang waste-to-power di Indonesia harus keluar dari jebakan dua kutub ekstrem: terlalu optimis atau terlalu skeptis. Kita tidak boleh menelan mentah-mentah klaim bahwa ini adalah solusi hijau, tapi kita juga tidak boleh menolak setiap inovasi energi hanya karena ada risiko. Jalan tengahnya adalah bersikap kritis, menuntut transparansi, memperjuangkan partisipasi publik, dan memastikan teknologi yang dipilih benar-benar ramah lingkungan.

Tanpa itu semua, waste-to-power hanya akan menambah deretan proyek gagal yang merugikan rakyat dan lingkungan. Transisi energi adalah proyek peradaban, bukan sekadar proyek teknis. Dan dalam proyek peradaban, tidak ada ruang untuk tergesa-gesa, apalagi untuk menutup-nutupi risiko. Jika kita ingin waste-to-power menjadi peluang hijau yang sejati, bukan bom lingkungan tersembunyi, maka demokratisasi energi harus menjadi batu uji utamanya.

Energi dari rakyat, untuk rakyat, dan diawasi oleh rakyat itulah satu-satunya jalan agar sampah benar-benar bisa berubah jadi berkat, bukan malapetaka. 

Baca juga: Indonesia Hasilkan Sampah Setara 16.5000 Lapangan Bola dalam Setahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenhut Tetapkan Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Tetapkan Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau