Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rombak Pola Makan Global Bisa Selamatkan 15 Juta Jiwa Per Tahun

Kompas.com, 6 Oktober 2025, 18:07 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Riset terbaru menemukan bahwa jika masyarakat dunia beralih ke pola makan yang fleksibel dan didominasi pangan nabati, hal ini berpotensi mencegah kematian dini hingga 15 juta nyawa setiap tahun.

Selain itu juga pola makan ini dapat mengurangi kesenjangan sosial serta menjauhkan planet dari ambang bencana iklim.

Komisi EAT-Lancet 2025, yang terdiri dari pakar internasional terkemuka dalam bidang gizi, ilmu iklim, ekonomi, dan kebijakan, memperingatkan bahwa produksi dan konsumsi makanan kini menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia dan planet.

Namun, studi tersebut juga menyimpulkan bahwa peralihan ke pola makan global yang fleksibel dan didominasi tumbuhan ditambah asupan sedang produk susu, ikan, dan unggas, serta meminimalkan daging merah dan daging olahan, dapat memangkas risiko kematian prematur hingga 27 persen.

Melansir Independent, Jumat (3/10/2025) pola makan yang disebut Diet Kesehatan Planet       ( Planetary Health Diet) yang dilakukan secara global ini kemudian dapat mencegah sekitar 15 juta kematian dini setiap tahun serta menurunkan secara signifikan angka penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, dan gangguan saraf.

Baca juga: IPB Dorong Terwujudnya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Hindari Konflik Global

"Sistem pangan merupakan kontributor utama bagi banyak krisis yang kita hadapi saat ini, dan pada saat yang sama, ia juga merupakan kunci untuk menyelesaikannya," ungkap Shakuntala Haraksingh Thilsted, salah satu ketua komisi dan direktur nutrisi, kesehatan, dan ketahanan pangan di Consultative Group on International Agricultural Research.

"Bukti dalam laporan kami sangat gamblang bahwa dunia harus bertindak tegas dan setara demi mencapai kemajuan yang berkelanjutan. Keputusan kita sekarang akan menjadi penentu bagi kesehatan umat manusia dan kelestarian bumi di masa depan," katanya lagi.

Sistem pangan dunia menyumbang sekitar 30 persen emisi gas rumah kaca dan merupakan faktor utama yang menyebabkan batas aman planet terlampaui.

Dampak utamanya meliputi hilangnya spesies, berkurangnya sumber air bersih, perubahan fungsi lahan, dan pencemaran nutrisi.

Walaupun produksi pangan sudah menghasilkan kalori yang memadai untuk seluruh populasi, faktanya 3.7 miliar penduduk dunia saat ini tidak memiliki kepastian akses terhadap makanan bergizi, lingkungan sehat, atau penghasilan yang layak.

Di sisi lain, pola makan dari 30 persen populasi terkaya di dunia menjadi penyumbang 70 persen beban lingkungan yang ditimbulkan oleh seluruh sistem pangan global.

Jutaan anak di seluruh dunia masih bekerja di sektor pertanian, sementara 32 persen pekerja pangan memiliki penghasilan di bawah ambang batas upah layak, dan mereka sering bekerja di lingkungan yang berbahaya.

"Keadilan dan kesetaraan bukan sekadar nilai tambah, melainkan syarat mutlak bagi terciptanya sistem pangan yang tangguh dan lestari."

"Jika kita gagal menyelesaikan masalah ketidaksetaraan yang sudah parah dalam sistem pangan, maka perubahan apa pun yang dilakukan tidak kan lengkap atau bertahan lama," papar Christina Hicks, anggota komisi dan profesor ilmu sosial di Lancaster University.

Pola Makan Baru

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau