Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertama Kalinya, Energi Bersih Geser Batu Bara dari Tahta Listrik Dunia

Kompas.com, 7 Oktober 2025, 08:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Dunia memasuki babak baru dalam transisi energi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, energi terbarukan, khususnya surya dan angin, menghasilkan listrik lebih banyak daripada batu bara.

Laporan terbaru lembaga riset energi global Ember, yang dirilis di London pada Selasa (7/10/2025), mencatat bahwa pertumbuhan tenaga surya dan angin kini mampu memenuhi seluruh kenaikan permintaan listrik dunia pada paruh pertama tahun ini.

“Kita melihat tanda-tanda awal dari titik balik yang sangat penting,” ujar Ma?gorzata Wiatros-Motyka, Senior Electricity Analyst di Ember.

“Tenaga surya dan angin kini tumbuh cukup cepat untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan listrik dunia. Ini menandai awal dari perubahan besar di mana energi bersih mampu mengikuti laju pertumbuhan permintaan,” imbuhnya kepada Kompas.com, Selasa.

Rekor Baru: Tenaga Surya Penuhi 83 Persen Kenaikan Permintaan

Secara global, permintaan listrik meningkat 2,6 persen atau setara 369 TWh pada semester pertama 2025 dibandingkan tahun lalu. Namun, tenaga surya saja sudah memenuhi 83 persen dari kenaikan tersebut, dengan produksi listrik mencapai 306 TWh, melonjak 31 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Gabungan tenaga surya dan angin tumbuh begitu cepat sehingga bukan hanya memenuhi kenaikan permintaan, tetapi juga mulai menggantikan pembangkit fosil.

Baca juga: Inovasi Hemat Energi di Armada Kapal, Pertamina International Shipping Raih Lestari Awards

Pembangkit batu bara turun 0,6 persen (-31 TWh) dan gas turun 0,2 persen (-6 TWh). Secara total, pembangkit listrik fosil menyusut 0,3 persen (-27 TWh), yang turut menurunkan emisi sektor kelistrikan global sebesar 0,2 persen.

Total pasokan listrik dari energi bersih mencapai 5.072 TWh, naik dari 4.709 TWh tahun lalu, dan melampaui batu bara yang hanya 4.896 TWh, turun 31 TWh dibanding periode sebelumnya.

Ember menilai, meski penurunan pembangkit fosil ini masih kecil, namun sangat berarti. Jika tren ini terus berlanjut, dominasi energi fosil diperkirakan akan terus melemah dari tahun ke tahun.

Tren Buruk di AS dan Eropa

Empat ekonomi terbesar dunia, yaitu Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, menjadi faktor penentu dalam perubahan peta energi global ini.

Di Tiongkok, pertumbuhan pesat energi bersih membuat pembangkit fosil turun 2 persen (-58,7 TWh). Negara itu bahkan menambah kapasitas tenaga surya dan angin lebih banyak dari gabungan seluruh negara lain di dunia.

Sementara di India, pertumbuhan sumber energi bersih tercatat tiga kali lebih besar dari kenaikan permintaan listrik, yang hanya tumbuh 1,3 persen (+12 TWh). Kombinasi pertumbuhan tenaga surya dan angin yang masif serta permintaan yang rendah membuat batu bara turun 3,1 persen (-22 TWh) dan gas anjlok 34 persen (-7,1 TWh).

Sebaliknya, di Amerika Serikat dan Uni Eropa, pembangkit fosil justru meningkat. Di AS, lonjakan permintaan listrik tidak diimbangi dengan pertumbuhan energi bersih, sementara di Eropa, produksi tenaga angin dan air yang lemah memaksa peningkatan penggunaan gas dan batu bara.

Baca juga: Mari Elka Pangestu: 80 Persen Duit Transisi Energi Harus dari Luar APBN

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau