KOMPAS.com - Laporan baru dari firma konsultasi dan akuntansi global KPMG menyatakan bahwa semakin banyak CEO yang optimis bahwa perusahaan mereka akan berhasil memenuhi target emisi nol bersih dengan dukungan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).
Hasil tersebut didapatkan dari survei terhadap lebih 1300 CEO di seluruh dunia.
Laporan menunjukkan bahwa 61 persen CEO merasa yakin perusahaan mereka akan berhasil mencapai target emisi nol bersih pada 2030. Angka keyakinan ini naik 10 poin persentase dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 51 persen.
"Laporan KPMG menyimpulkan bahwa terlepas dari perbedaan pandangan terhadap ESG di berbagai wilayah, mayoritas pemimpin perusahaan tetap teguh pada komitmen keberlanjutan dan kini lebih optimistis dapat mencapai target-target tersebut," tulis laporan ini, dikutip dari Eco Business, Rabu (8/10/2025).
Baca juga: 85 Persen Publik Ingin Perusahaan Desak Pemerintah Ambil Tindakan Iklim
Menurut KPMG, optimisme yang lebih tinggi ini muncul karena banyak perusahaan telah meninjau ulang dan menyesuaikan target iklim jangka pendek mereka, menjadikannya lebih realistis dan terintegrasi dengan strategi bisnis utama perusahaan.
Para CEO juga semakin yakin dapat memenuhi target nol bersih mereka dengan menerapkan AI secara strategis.
Survei KPMG menemukan bahwa AI paling banyak digunakan untuk meningkatkan akurasi data dan pelaporan keberlanjutan (79 persen), mencari peluang untuk meningkatkan efisiensi sumber daya (78 persen), dan secara langsung menurunkan emisi dan meningkatkan efisiensi energi (78 persen).
Namun laporan tidak mencantumkan apakah para CEO memperhitungkan kebutuhan energi dan air yang sangat besar dari pusat data yang digunakan untuk mengoperasikan AI, isu yang belakangan ini menjadi fokus kekhawatiran para ahli lingkungan.
"Peningkatan besar dalam keyakinan untuk mencapai nol bersih ini merupakan sinyal yang baik dan berpotensi memperkuat dorongan untuk mencapai tujuan dekarbonisasi bersama," ungkap John McCalla-Leacy dari KPMG International.
Namun, proses dekarbonisasi tidak lepas dari berbagai kesulitan. Para CEO menetapkan tantangan terberat adalah kerumitan dalam menghilangkan karbon dari rantai pasokan (25 persen) dan ketiadaan keahlian serta keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikan solusi yang sukses (21 persen).
Baca juga: Kredit Karbon Dinilai Gagal Kurangi Emisi Perusahaan, Studi Ungkap
Biaya dianggap kurang menjadi penghalang bagi aksi iklim. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tantangan lain, dengan hanya 11 persen CEO yang mengutipnya sebagai masalah utama.
Survei tersebut juga menemukan bahwa dua pertiga (65 persen) dari responden mengaku telah sepenuhnya mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam bisnis mereka dan melihatnya penting bagi kesuksesan jangka panjang.
KPMG mengungkapkan pula bahwa secara lebih luas, AI tetap menjadi prioritas investasi utama, di mana 69 persen CEO berencana mengalokasikan 10−20 persen dari anggaran mereka untuk teknologi baru ini selama 12 bulan ke depan, meskipun keyakinan terhadap ekonomi global menurun ke tingkat terendah sejak 2001.
Namun tak bisa dimungkiri bahwa tetap ada kekhawatiran utama terkait penggunaan AI di antaranya adalah tantangan etika (59 persen), kesiapan data (52 persen), dan kurangnya regulasi (50 persen).
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya