KOMPAS.com - Laporan terbaru yang dirilis oleh International Resource Panel (IRP), sebuah badan dari Program Lingkungan PBB, mendesak reformasi pada sistem pendanaan yang menopang kegiatan eksplorasi dan penambangan mineral.
Hal ini dianggap penting guna menjamin adanya investasi yang bertanggung jawab serta terwujudnya transisi menuju energi bersih yang berkeadilan.
Kebutuhan global akan mineral yang penting bagi transisi energi seperti litium, kobalt, nikel, dan rare earths meningkat pesat.
Fenomena ini didorong oleh fakta bahwa saat ini mineral telah membentuk 50 persen dari total bahan mentah yang diekstraksi secara global, naik dari 31 persen pada tahun 1970.
Diproyeksikan bahwa permintaan litium saja akan melonjak hingga sembilan kali lipat dari volume tahun 2022 menjelang 2050.
Baca juga: Dari Galian Bekas Tambang Jadi Kehidupan Baru
"Lonjakan permintaan terhadap mineral dan logam untuk transisi energi mengharuskan industri tambang beroperasi sedemikian rupa sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kelestarian lingkungan," ungkap Janez Potonik, Ketua Bersama IRP.
"Dan dengan dukungan dari sistem keuangan yang berkelanjutan, pertambangan yang bertanggung jawab akan menjadi norma baku, bukan sekadar pilihan langka," tambahnya, dikutip dari Down to Earth, Kamis (9/10/2025).
Laporan ini pun mendesak adanya reformasi dalam bidang keuangan, tata kelola, dan regulasi. Tujuannya adalah untuk mengarahkan modal menuju operasi yang memenuhi standar tinggi ESG.
Sektor pertambangan adalah industri yang padat modal dan berisiko tinggi. Namun, survei menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap standar ESG hanya akan menambah kurang dari 25 persen dari biaya operasional dan justru dapat menarik investor baru.
Lebih lanjut, laporan ini juga memuat rekomendasi penting yang mencakup integrasi standar ESG di pertambangan dan dimasukkan dalam skema klasifikasi pendanaan berkelanjutan, menciptakan paspor digital yang berfungsi sebagai alat pelaporan yang transparan mengenai kepatuhan ESG mineral tersebut.
Baca juga: CSR Tambang Wajib Tepat Sasaran, Bukan Sekadar Bagi-Bagi Bantuan
Selain itu juga pemanfaatan instrumen kebijakan fiskal dan moneter bagi praktik pertambangan dan daur ulang yang bertanggung jawab, pembentukan basis data limbah tambang global dan pembentukan Dana Pembangunan Berkelanjutan Sektor Pertambangan yang didanai melalui pungutan internasional serta memperluas kerangka ESG agar diterapkan pada penambangan skala kecil melalui pemberian lisensi, bantuan teknis, serta pelibatan aktif masyarakat setempat.
IRP juga menekankan bahwa praktik ekonomi sirkular meliputi daur ulang, desain produk yang berkelanjutan, dan pembiayaan melalui obligasi hijau untuk infrastruktur daur ulang mampu menekan permintaan bahan baku mentah, tetapi tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kebutuhan akan kegiatan pertambangan baru.
Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan bahwa untuk mewujudkan target net zero pada tahun 2050, sektor pertambangan masih harus menarik investasi senilai 450 miliar dolar AS hingga 2030, dan jumlah ini diperkirakan melonjak menjadi 800 miliar dolar AS pada 2040.
Baca juga: Ketika Udang Jadi Korban Nuklir
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya