Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR: Harga Listrik akan Mahal jika Pemerintah Pertahankan PLTG

Kompas.com, 21 Oktober 2025, 09:47 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) memperkirakan harga listrik ke depannya akan semakin mahal jika Indonesia tetap mempertahankan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan memperbanyak turbin gas siklus gabungan (Combined-cycle Gas Turbine/CCGT).

Berdasarkan laporan terbaru Bloomberg New Energy Finance, harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan tenaga listrik tenaga bayu (PLTB) di Indonesia lebih murah daripada PLTU maupun CCGT.

"Kalau kita masih tetap mempertahankan pembangunan PLTU atau memperbanyak gas (CCGT), itu artinya ke depan kita akan membayar listrik lebih mahal. Ini kesempatan yang hilang kira-kira begitu, (karena) kita (sebenarnya) bisa menurunkan harga listrik seperti cita-cita Presiden (Prabowo) itu dengan memperbanyak pembangunan energi terbarukan," ujar Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Baca juga: Proyek PLTS untuk Koperasi Merah Putih, IESR Ingatkan Risiko Mangkrak

Dari segi faktor kapasitas (capacity factor/CF), PLTS seringkali dianggap lebih rendah dibandingkan PLTU. Padahal, CF dari PLTS bisa ditingkatkan dengan memperbesar kapasitasnya maupun ditambahkan baterai penyimpanan energi selama empat jam.

"Hitung-hitungannya masih lebih murah dibandingkan membangun PLTU baru. Yang apalagi batubaranya tidak disubsidi. Jadi, kalau ada yang mengatakan PLTS plus baterai lebih mahal ya, apakah itu naif, dia tidak menghitung, memang senang saja membangun PLTU, atau karena ada kontrak batubara, kan?," tutur Fabby.

Ia mendesak pemerintah Indonesia segera merealisasikan rencana pensiun dini bagi PLTU yang tua, tidak efisien, dan beremisi tinggi.

Terdapat potensi sebesar 9 gigawatt (GW) PLTU yang dapat dipensiunkan secara bertahap hingga 2030–2035. Di antaranya, PLTU Paiton dan Suralaya yang sudah melewati usia ekonomisnya.

Menurut Fabby, PLTU menjadi sumber polusi udara dan harga listriknya bisa murah karena disubsidi, sehingga tidak perlu diperbanyak, serta semestinya diganti dengan PLTS atau PLTB.

Selain PLTU, potensi 3,5 GW pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dioperasikan PLN di daerah 3T juga dengan PLTS atau PLTB. Fabby menilai, PLTS plus baterai berpotensi 50 persen lebih murah daripada PLTD.

"Mengganti PLTD 3,5 GW dengan energi terbarukan (PLTS dan PLTB) dapat menurunkan emisi 27 juta ton CO2. (Juga) Mengurangi biaya bahan bakar, sehingga bisa menurunkan BPP (biaya pokok produksi) dan menurunkan subisidi. Sudah kami hitung, bisa lebih murah," ucapnya.

Kata dia, mengganti PLTU dan PLTD dengan PLTS atau PLTB merupakan salah satu upaya mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

Di sisi lain, percepatan penurunan emisi GRK dapat dilakukan dengan mereformasi subsidi bahan bakar fosil untuk mendorong penggunaan energi yang lebih efisien dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.

Baca juga: IESR Dukung Target 100 Persen Listrik EBT Prabowo, Ingatkan Perlu Peta Jalan Konkret

Percepatan penurunan emisi GRK juga bisa dilakukan dengan menindaklanjuti komitmen Global Methane Pledge. Yaitu, dengan menurunkan emisi gas metana sebesar 30 persen pada 2030, sebagaimana disetujui Presiden Joko Widodo pada 2021.

"Yang selama ini masuk ke dalam emisi itu baru sektor sampah. Padahal sektor sampah ini enggak banyak emisinya, gas metananya maksudnya. Yang banyak dan selama ini tidak dihitung dengan baik dan belum dilakukan tindakan penurunan emisi metananya, itu di sektor energi. Di mana? di tambang batubara, fasilitas produksi minyak dan gas, serta transportasi pipa minyak dan gas," ujar Fabby.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau