KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rika Rachmalina mengusulkan pelibatan anak/remaja bersama keluarga mereka untuk mewujudkan keberlanjutan program intervensi gizi berbasis pemberian makanan pada anak.
"Kalau kita ingin program itu sustainable, dan melihat anak dan remaja itu adalah orang-orang yang unik dengan segala kebutuhan dan preferensinya, memang akan sangat baik ketika kita merancang suatu program atau intervensi dengan melibatkan mereka," katanya dalam webinar tentang penguatan gizi bagi ibu dan anak yang diikuti di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Rika memaparkan kompleksitas kebutuhan makanan bergizi pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari konsumsi gizi yang tidak seimbang, pergeseran jenis makanan dari real food ke ultra-processed food (UPF), hingga kesenjangan sosial yang dinilai semakin melebar.
Baca juga: Jika Program Diversifikasi Pangan Pemerintah Hanya Omon-omon, Krisis Mengintai Indonesia
"Perubahan konteks ini berdampak pada pergeseran perilaku makan pada populasi usia sekolah dan remaja yang tentu saja ini akan mempengaruhi status gizi kesehatan dan kesejahteraannya nanti," ujarnya.
Di era teknologi seperti sekarang, Rika menyebut faktor makan bersama teman di luar rumah dan penggunaan media sosial sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan.
Ia melanjutkan para remaja juga saling berbagi informasi tentang tempat nongkrong yang keren, yang makanannya dinilai enak, serta meningkatkan status sosial mereka.
Meskipun demikian, Rika menyebut terdapat penelitian yang membuktikan bahwa sebenarnya remaja ingin menjadi sehat, tetapi tidak menjadi motivator yang cukup kuat dalam memilih makanan sehat.
"Mereka bisa bedakan makanan sehat dan tidak sehat, tetapi menolak untuk makanan tradisional rumahan dan memilih camilan yang tidak sehat," ungkapnya seperti dikutip Antara.
Oleh karena itu, Rika menganjurkan adanya upaya food parenting dari keluarganya. Food parenting merupakan proses di mana seorang anak menyukai makanan sehat, setelah melihat orang tua atau lingkungan sekitarnya memilih untuk memakan makanan sehat.
Melalui langkah ini, kata Rika, program intervensi gizi berbasis pemberian makanan kepada anak dapat dilaksanakan secara lebih berkelanjutan.
Baca juga: Setengah Emisi dari Pangan Bisa Dipangkas Lewat Praktik Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya