JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menyampaikan hujan mengandung mikroplastik bisa terjadi di kota besar selain Jakarta. Hal ini disampaikannya, menyusul riset terkait air hujan di Jakarta mengandung partikel plastik berbahaya.
Penelitiannya membuktikan bahwa polusi plastik tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga atmosfer.
"Wilayah lain seperti metropolitan Surabaya, Bandung, Denpasar, atau Medan juga punya aktivitas antropogenik urban dan industri padat yang berpotensi menghasilkan emisi mikroplastik ke udara," ujar Reza saat dihubungi, Selasa (21/10/2025).
Baca juga: Menteri LH: Bagaimana Tidak Hujan Mikroplastik, Semua Sampah Ditumpuk
Kondisi itu diperparah dengan cuaca dan angin uanh cenderung bersifat regional, di mana awan yang terbentuk pada satu wilayah bisa bergerak dan melepaskan hujan ke daerah lain. Sehingga, partikel mikroplastik yang naik ke atmosfer di satu kota bisa saja jatuh di lokasi yang berbeda, bahkan jaraknya hingga ratusan kilometer.
Reza menyebutkan, penelitian serupa saat ini tengah dilakukan di wilayah lain di Indonesia.
"Kami sedang melanjutkan risetnya, tetapi baru tahap laboratorium belum tahap pengolahan datanya. Kami melanjutkan riset dengan metode yang sama di 18 kota besar dan pesisir di Indonesia," ucap dia.
Berdasarkan studi, paparan mikroplastik berpotensi menyebabkan stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Sementara, air hujan bermikroplastik dapat mencemari sumber air permukaan dan laut yang pada akhirnya masuk ke rantai makanan.
Adapun tempat pembuangan akhir (TPA) menjadi sumber utama pencemaran partikel itu ke udara.
"Apalagi TPA yang open dumping ini lebih besar lagi, karena kalau open dumping sampah bercampur ditempatkan si satu lokasi, terkena sinar matahari, panas, bergesekan, akhirnya lepas jadi mikroplastik. Akibatnya mencemari udara, air, dan lingkungan sekitar," jelas dia.
Baca juga: Ecoton Ungkap Mikroplastik Kiriman Ancam Kesehatan Bayi di Jawa Timur
Untuk mencegah pencemaran lebih lanjut, Reza menuturkan cara tercepatnya menggunakan filtrasi basah. Kendati demikian, solusi tersebut mahal dan tidak menyelesaikan akar masalahnya.
Oleh sebab itu, dia menyarankan pendekatan yang paling sesuai dengan pengelolaan sampah terintegrasi berbasis pengurangan di sumber dan pengolahan residu. Sampah plastik harus dipilah dan dikumpulkan ke fasilitas bank sampah.
"Untuk residu non daur ulang sebaiknya diolah di fasilitas refuse derived fuel, atau sistem waste to energy yang lagi dikembangkan pemerintah, atau insinerator bersuhu tinggi dengan sistem penyaring emisi bukan dibakar terbuka," ucap Reza.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya