JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan Global Forest Resources Assessment 2025 (FRA) Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengungkapkan, laju deforestasi global melambat dalam satu dekade terakhir.
Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu, menjelaskan bahwa hutan masih menutupi 4,14 miliar hektare (ha) atau sekitar sepertiga dari total daratan dunia.
Laporan lima tahunan ini diluncurkan pada Global Forest Observations Initiative (GFOI) Plenary, yang menunjukkan lebih dari separuh kawasan hutan telah terkelola dalam rencana pengelolaan jangka panjang. Qu mencatat, seperlima di antaranya berada dalam kawasan lindung yang ditetapkan secara hukum.
“FRA adalah evaluasi global yang paling komprehensif dan transparan tentang sumber daya hutan beserta kondisi, pengelolaan, dan pemanfaatannya, yang mencakup semua elemen tematik pengelolaan hutan lestari," ujar Qu dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).
Tujuan pendataan itu antara lain menginformasikan komunitas global tentang status hutan dan perubahannya.
Baca juga: Tak Ada Jaminan Deforestasi, Indonesia Berisiko Gagal Capai Target NZE 2060
"Hingga mendukung keputusan, kebijakan, dan investasi terkait hutan dan jasa ekosistem yang disediakannya," imbuh dia.
Di sisi lain, laporan tersebut menekankan hutan masih terancam. Tercatat, laju deforestasi kini mencapai 10,9 juta ha per tahun, angka yang tergolong tinggi.
FAO menyatakan, tutupan hutan mencakup 4,14 miliar ha atau 32 persen dari luas daratan global yang setara dengan 0,5 ha per orang. Hampir separuh hutan dunia terletak di daerah tropis.
Sementara, hilangnya hutan atau net loss tahunan turun dari 10,7 juta ha pada 1990-an menjadi 4,12 juta ha periode 2015-2025. Qu mengatakan, laju deforestasi menurun dari 17,6 juta ha pada 1990-2000 menjadi 10,9 juta ha per tahun 2015-2025.
"Namun, laju perluasan hutan baru juga menurun, dari 9,88 juta hektare per tahun 2000–2015 menjadi 6,78 juta ha di 2015-2025," tutur dia.
Laju kehilangan hutan melambat selama tiga dekade terakhir, dengan regenerasi alami mencakup 92 persen dari total luas hutan yakni 3,83 miliar ha. Penurunan paling signifikan dilaporkan di Afrika dan Amerika Selatan. Eropa mencatat peningkatan hutan yang beregenerasi secara alami.
Menurut FAO, hutan primer tersisa 1,18 miliar ha. Kehilangan hutan terus berlanjut, meski lajunya berkurang setengahnya dibandingkan dengan awal 2000-an. Sementara itu, stok karbon hutan telah meningkat dengan angka 714 gigaton.
Baca juga: Aktivis Desak Jepang dan Korsel Setop Impor Pelet Kayu dari RI karena Picu Deforestasi
Sekitar 20 persen hutan atau 813 juta ha juga berada di kawasan lindung yang ditetapkan secara hukum. Angka ini meningkat 251 juta ha sejak 1990.
Dalam laporannya, FAO menyatakan kebakaran memengaruhi rata-rata 261 juta ha lahan setiap tahunnya. Pada 2020, serangga, penyakit, dan cuaca buruk merusak sekitar 41 juta ha hutan, terutama di wilayah beriklim sedang dan dingin.
Sebagai informasi, laporan FRA 2025 melibatkan 236 negara dan wilayah. Penilaian ini merupakan hasil proses yang dilakukan masing-masing negara, dengan koresponden nasional yang ditunjuk secara resmi dari 197 negara dan wilayah yang berkontribusi data, didukung lebih dari 700 pakar di seluruh dunia.
Informasi yang dikumpulkan mendukung pemantauan komitmen internasional, termasuk Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, Persetujuan Paris tentang Perubahan Iklim, Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming Montreal, hingga Rencana Strategis PBB untuk Kehutanan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya