Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhut Minta Maaf soal Pemusnahan Barang Bukti Mahkota Cenderawasih

Kompas.com, 23 Oktober 2025, 10:36 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Papua, terkait pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota cenderawasih. Hal ini menyusul adanya protes dari Majelis Rakyat Papua (MRP).

“Kami menyampaikan permohonan maaf atas timbulnya kekecewaan dan rasa terluka yang dirasakan oleh masyarakat Papua," ujar Direktur Jenderal KSDAE Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).

Dia mengungkapkan pemusnahan pada 20 Oktober 2025 itu adalah proses penegakan hukum kasus perdagangan satwa dilindungi. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang diubah melalui UU Nomor 32 tahun 2024 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Baca juga: Simpan Satwa Dilindungi Secara Ilegal, Pria di Karawang Terancam 15 Tahun Penjara

Kendati demikian, pihaknya memahami sebagian barang bukti tersebut bagian dari budaya masyarakat Papua.

"Kami memahami bahwa mahkota cenderawasih bukan sekadar benda, melainkan simbol kehormatan dan identitas kultural masyarakat Papua,” kata dia.

Satyawan menegaskan, Kemenhut tak bermaksud menyinggung, mengabaikan nilai budaya, atau melukai hati masyarakat. Karenanya, kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi instansinya agar mengedepankan pertimbangan aspek sosial maupun budaya.

“Konservasi tidak hanya soal menjaga dan melindungi satwa di alam, tetapi juga tentang penghormatan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal," papar Satyawan.

"Kami berkomitmen untuk terus membangun komunikasi dan kolaborasi bersama masyarakat Papua dengan menjunjung tinggi prinsip saling menghormati,” imbuh dia.

Kini, Kemenhut menginstruksikan Balai Besar KSDA Papua untuk segera betkomunikasi dan berdialog dengan lembaga adat, MRP, maupun tokoh masyarakat setempat. Tujuannya, memberikan pemahaman sekaligus merumuskan mekanisme dalam penanganan barang bukti satwa liar dilindungi.

“Kami akan mengkaji kemungkinan agar barang bukti bernilai budaya dapat dikelola untuk mendukung fungsi edukatif melalui kerjasama dengan lembaga adat atau museum daerah, tanpa mengurangi aspek hukum perlindungan satwa liar,” ucap dia.

Dia menekankan konservasi cenderawasih sejalan dengan penghormatan terhadap budaya Papua. Spesies ini adalah keanekaragaman hayati, simbol, serta kebanggaan masyarakat Papua.

Baca juga: Populasi Burung Dunia Menyusut 61 Persen, Krisis Sudah di Depan Mata

Tuai Kritik 

Sementara itu, Ketua MRP, Nerlince Wamuar mengapresiasi tindakan pemusnahan aksesori mahkota burung cendrawasih. Namun, ia menyesalkan tidak adanya koordinasi pihak BBKSDA dengan lembaga kultur.

Mestinya, petugas berkoordinasi dengan MRP sebagai lembaga kultur guna bersama mencari solusi tepat, untuk penanganan penyebaran hewan dan benda sakral yang merupakan ikon budaya masyakarat Papua.

“Cenderawasih itu berbeda dari burung lainnya. Kami orang Tabi punya cerita rakyat dengan mitologinya bahwa burung surga itu dilahirkan seorang perempuan Tabi, sehingga sangat disayangkan jika upaya pemusnahannya dengan cara dibakar,” ucap Wamuar dikutip dari laman MRP.

Barang-barang sitaan dapat disimpan atau digunakan sebagai hiasan di kantor MRP.
Dia juga meminta BBKSDA turut memperhatikan hutan sebagai wilayah habitat asli dari hewan dilindungi.

“Hari ini kami juga sudah menyurati BBKSDA, besok akan dilaksanakan pertemuan bersama kami untuk mendengarkan klarifikasi langsung dari BBKSDA. Kami harap semua pihak bisa proaktif melindungi SDA Papua, khususnya hewan dan tumbuhan endemik yang dilindungi,” jelas Wamuar.Baca juga: PSN Merauke Dikritik Picu Deforestasi, Pemerintah Bilang Siap Reforestasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau