JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menjelaskan air hujan di Jakarta bisa terpapar mikroplastik karena berbagai sumber berupa sampah, aktivitas, dan pakaian manusia.
Menurut dia, praktik pembuangan dan pembakaran sampah di wilayah sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Banten, hingga Purwakarta menjadi penyebab utama hujan terpapar partikel berbahaya tersebut.
"Ketika pembakaran secara terbuka itu dilakukan dan masih hampir setiap hari, mikroplastik itu akan lebih cepat kemungkinan terbang ke udara," ujar Reza dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Selain itu, proses pembakaran plastik memicu dioksin dan furan yakni senyawa beracun yang dapat memicu kanker. Dia menjelaskan bahwa mikroplastik erat kaitannya dengan tempat pemrosesan akhir (TPA) dengan sistem terbuka atau open dumping.
Baca juga: BRIN Wanti-wanti Hujan Mikroplastik Tak Hanya Terjadi di Jakarta
Air lindi dari sampah pun meningkatkan mikroplastik di badan air tiga hingga sembilan kali lebih besar.
Kondisi ini diperparah dengan cuaca dan angin yang cenderung bersifat regional, di mana awan yang terbentuk pada satu wilayah bisa bergerak dan melepaskan hujan ke daerah lain. Sehingga, partikel mikroplastik yang naik ke atmosfer di satu kota bisa saja jatuh di lokasi yang berbeda, bahkan jauhnya mencapai ratusan kilometer.
"Jadi kita bisa bayangkan TPA yang ada di Indonesia berapa banyak, membuang lebih banyak akhirnya mikroplastiknya juga lebih banyak. .Apalagi pada saat musim kemarau, open dumping terkena langsung sinar matahari dan itu bisa melepaskan mikroplastiknya," ungkap Reza.
Reza mengibaratkan mikroplastik layaknya sponge cuci piring, bisa menjadi tempat menempelnya polutan lain di udara. Apabila masuk ke dalam tubuh pada kategori ringan, mikroplastik bisa memicu iritasi, bersin-bersin, ataupun flu.
"Kalau kita istilahnya kayak bus yang membawa berbagi macam polutan mikroba patogen, virus bisa jadi cepat masuk ke dalam tubuh. Mikroplastik bisa lepas pada saat bersin-bersin, atau misalnya katakanlah nanti akan tertahan di tenggorokan kita jadi batuk," jelas Reza.
Baca juga: Menteri LH: Bagaimana Tidak Hujan Mikroplastik, Semua Sampah Ditumpuk
"Tetapi polutan yang lain akan lebih cepat masuk ke dalam tubuh, itu yang sebenarnya menjadi masalah manusia," imbuh dia.
Dampaknya, bisa terjadi peradangan yang makin lama masuk ke peredaran darah jika ukuranya kurang dari 50 mikron. Risiko lainnya mikroplastik memengaruhi kesehatan jantung. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut terkait riset ini.
Reza menyebutkan, penelitian serupa saat ini tengah dilakukan di 18 kota besar dan pesisir di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Dwi Atmoko dari Direktorat Iklim Terapan BMKG, menyampaikan mikroplastik tergolong sebagai aerosol, partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara. Aerosol dapat turun ke permukaan bumi melalui dua mekanisme, yakni deposisi kering atau mengendap karena gravitasi dan deposisi basah yakni terbawa air hujan.
"Permasalahannya, aerosol juga bisa bergerak ke atas bisa sampai ketinggian yang sangat tinggi. Penelitian kami melalui cetra satelit Cloud Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observations menandakan aerosol itu bisa sampai ketinggian 15 kilometer," ucap dia.
Ketika tak ada angin, maka mikroplastik otomatis akan turun karena pengaruh gravitasi meski tak bercampur dengan hujan. Mikroplastik, kata dia, bisa jadi tak hanya bersumber dari polusi di Jakarta.
"Saat ini kita berada pada musim kering, angin berasal dari timur atau tenggara sampai dengan tenggara. Maka itu memungkinkan polutan yang berada dari timur sampai dengan tenggara akan terbawa ke tempat kita, demikian juga sebaliknya," tutur Dwi.
Baca juga: Ecoton Ungkap Mikroplastik Kiriman Ancam Kesehatan Bayi di Jawa Timur
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya