Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DLH Jakarta Akui Sulit Setop "Open Dumping" di TPS Bantargebang

Kompas.com, 24 Oktober 2025, 19:01 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengakui sulit menyetop praktik open dumping atau pembuangan terbuka di TPST Bantargebang, Bekasi.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah daerah menghentikan praktik tersebut, dan menggantinya dengan sanitary landfill ataupun controlled landfill.

"Upaya untuk sanitary landfill sangat sulit, dan kami pun paling hanya bisa melakukan control landfill. Di mana sampah-sampah tersebut bisa ditutupi dengan geomembrane, humus, ataupun dengan tanah merah," ungkap Asep saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Baca juga: DLH: RDF Rorotan Pangkas Sepertiga Sampah Jakarta ke Bantargebang

Dia mencatat, Bantargebang memiliki luasan lebih dari 100 hektare, dengan massa operasional mencapai 35 tahun lamanya. Sehingga, sistem controlled landfill dengan meratakan dan menutup sampah dengan tanah secara berkala menjadi solusi sementara.

Sejauh ini, Pemprov DKI berencana mengoperasikan Refuse Derived Fuel, Rorotan, Jakarta Utara. Selain itu, kata Asep, pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) juga tengah diupayakan terbangun di wilayahnya.

"Mudah-mudahan dengan penggunaan PSEL nantinya, dan pengoperasian dari RDF Rorotan akan mengurangi sampah yang akan dibawa ke Bantargebang. Itu pasti akan mengurangi open dumping yang ada di Bantargebang," jelas dia.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengaku pengakhiran open dumping di 343 TPA tak bisa dilakukan serentak dan cepat dalam waktu singkat.

"Karena harus ada hal-hal yang disebut dengan pengawasan lingkungan, verifikasi lapangan baik secara langsung atau tidak langsung, setiap penerbitan paksaan pemerintah dilakukan gelar perkaranya dulu," ujar Hanif dalam konferensi pers di kantor KLH, Jakarta Timur, 10 Maret 2025 lalu.

Baca juga: Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata

Kendati demikian, dia memastikan KLH terus mengevaluasi secara mendalam untuk segera menerbitkan paksaan pemerintah terkait penutupan TPA open dumping. Menurut Hanif, pengelola juga wajib mengelola sampah yang sebelumnya dibiarkan begitu saja.

"Ini memang harus dilakukan secara perlahan-lahan, tetapi mandat penghentiannya harus ditetapkan sekarang. Setelah surat itu diterima, maka pengelola TPA yang bersangkutan wajib mempersiapkan langkah-langkah penghentian aktivitas open dumping," jelas dia.

Pengentian sistem open dumping juga menjadi syarat utama penilaian Adipura. Hanif menyatakan, kota yang masih memiliki TPA sistem terbuka tak akan masuk penilaian tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau