Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLH Bakal Cek Kerusakan Ekosistem akibat Tambang Emas Ilegal di Gunung Salak

Kompas.com, 30 Oktober 2025, 16:51 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal mengecek kerusakan ekosistem imbas adanya tambang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak atau TNGHS. Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengaku belum mendalami terkait dampak ekosistemnya.

"Saya belum mendapat detailnya, tetapi segera kami akan meminta Deputi Penegakan Hukum untuk melakukan koordinasi lebih lanjut," kata Hanif disela pertemuan Forum Rektor di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025).

Dia menjelaskan bahwa pengelolaan dan pengawasan kawasan taman nasional, berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan. Aturan kehutanan termaktub dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, UU Nomor 18 Tahun 2003, dan UU Nomor 32 2025 tentang Konservasi.

Baca juga: Menhut: Tambang Emas Ilegal Akan Ditindak Setegas-tegasnya

"Saya sangat berharap semua institusi yang memiliki penegakan hukum baik itu di Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian PU, mampu meningkatkan eksistensinya dalam rangka meningkatkan kapasitas lingkungan," tutur dia.

KLH juga membuka pusat pengaduan lingkungan bagi masyarakat.

"Jadi kami membuka selebar lebarnya pengaduan lingkungan hidup yang mungkin bisa kami solusikan penyelesaiannya," imbuh Hanif.

Sementara ini, Direktorat Jenderal Gakkum Kehutanan Kemenhut telah menyisir lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Blok Ciear, Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya.

“Kegiatan penegakan ini kami lakukan dalam rangka menindaklanjuti arahan langsung Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Kami bertindak tegas, terukur, dan berkelanjutan untuk memulihkan kawasan serta memberi efek jera," ungkap Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangannya.

Baca juga: Kemenhut Segel Tambang Emas Ilegal di Sekitar Mandalika

Dalam operasi tersebut, tim gabungan menghancurkan 31 tenda biru yang menjadi markas para penambang. Setibanya di lokasi, mereka juga menghentikan kegiatan penambangan lalu menyita barang bukti berupa bahan kimia sianida, jerigen bekas oli, timbangan manual, dan kayu pengaduk.

"Kami menertibkan sarana pertambangan yaitu tenda biru atau gubug, serta penindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," sebut Dwi.

Hal itu sebagaimana diatur Pasal 89 juncto pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan pasal 33 ayat (2) huruf b jo pasal 40B ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990.

Kemenhut memprioritaskan penindakan tambang di TNGHS, mengingat risiko longsor, banjir bandang, hingga peningkatan aliran sedimen jika tambang emas ilegal terus dibiarkan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau