Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih

Kompas.com, 1 November 2025, 12:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemerintah mengembangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) tebu untuk produksi etanol di Merauke, Papua Selatan, dinilai tak menjawab tantangan utama transisi bahan bakar bersih. Sebagaimana diketahui, Kementerian Kehutanan melepaskan kawasan hutan seluas 486.939 hektare untuk PSN di Merauke.

Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto, berpandangan proyek tersebut justru berpotensi meningkatkan deforestasi.

"Harusnya renewable energy (energi terbarukan) tidak membuka hutan. Renewable energy benar-benar dihasilkan dari renewable energy betul, kalau membuka hutan itu bukan renewable energy, itu merusak hutan," ungkap Edi di sela Focus Group Discussion (FGD) di Bogor, Jumat (31/10/2025).

Baca juga: PSN Merauke Dikritik Picu Deforestasi, Pemerintah Bilang Siap Reforestasi

Pengembangan bioenergi, kata dia, semestinya berangkat dari sumber yang tidak menimbulkan deforestasi baru. Dia mengusulkan agar pemerintah mengoptimalkan komoditas sawit yang dikelola secara berkelanjutan tanpa merambah dengan penerapan sustainability traceability due diligence process (STDP) secara ketat.

STDP memastikan produk berbahan baku bioenergi dihasilkan dari sumber yang tidak menyebabkan deforestasi, konflik lahan, atau pelanggaran hak masyarakat lokal.

"Jadi petani-petani benar-benar melakukan di lahan yang green and clear, tidak di hutan. Itu bisa saja nanti menghasilkan etanol yang benar juga," tutur Edi.

Pemerintah berencana mengubah hutan di Merauke menjadi konsesi kebun tebu untuk etanol, cetak sawah baru, dan perkebunan sawit guna memproduksi B50. Padahal, berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), selama tiga dekade terakhir Papua kehilangan tutupan hutan primer hingga 688.000 hektare.

Baca juga: PSN di Merauke Picu Invasi Sosio-Ekologis, Hutan dan Budaya Terancam

Sementara, pada periode 2022-2023 laju deforestasi di wilayah ini mencapai 552.000 ha. Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, menyatakan langkah tersebut justru akan melepaskan emisi 140 juta-299 juta ton CO2.

“Jadi bisa dibayangkan jika 2 juta hektare hutan Papua akan diubah menjadi konsesi pangan dan energi, emisi yang dilepaskan akan jauh lebih besar, dan ini berkontradiksi dengan komitmen iklim Indonesia," papar dia.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Walhi Papua, Maikel Peuki, menyatakan pelepasan hutan juga akan memperparah konflik agraria di Papua Selatan.

PSN dan pelepasan kawasan hutan tidak didasarkan pada persetujuan masyarakat adat sebagai pemilik sah wilayah. Mereka disebut menolak kehadiran PSN lantaran takut terusir dari wilayah adatnya. 

"Proyek pangan skala besar ini justru akan menghancurkan sumber pangan lokal masyarakat adat, padahal mereka menggantungkan hidup pada sagu. Hasil hutan dan perikanan yang semuanya itu ada di hutan mereka,” tutur Maikel.  

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau