Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru

Kompas.com, 1 November 2025, 15:30 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), memasukkan salak dari Karangasem, Bali, menjadi satu dari 28 sistem warisan pertanian baru di 14 negara.

Penyematan ini diberikan dalam program Sistem Warisan Pertanian Penting Global atau Globally Important Agricultural Heritage Systems (GIAHS) yang digelar di Roma, Italia.

Ada 102 situs di seluruh dunia yang diakui karena kontribusinya dalam menjaga ketahanan pangan serta penghidupan masyarakat, keanekaragaman hayati pertanian, pengetahuan tradisional, praktik berkelanjutan, hingga nilai sosial-budaya.

Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Muhammad Taufiq Ratule, menyatakan pengakuan tersebut adalah tonggak bersejarah bagi Indonesia.

“Sistem agroforestri salak karangasem adalah hasil kerja bersama petani, lembaga desa adat, akademisi, pemerintah daerah dan pusat, serta FAO," ungkap Taufiq dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2025).

Baca juga: BBM E10 Tingkatkan Bauran EBT, tapi Bahan Bakunya Bersaing Kebutuhan Pangan

Pemerintah, lanjut dia, berkomitmen menjaga dan mengembangkan lanskap warisan pertanian agar terus bermanfaat bagi masyarakat, memperkuat ketahanan sistem pangan, serta menjadi ruang pembelajaran bagi pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal.

"Kami menyambut kolaborasi internasional, berbagi pengetahuan, serta dukungan teknis untuk memperkuat GIAHS di Indonesia dan mendorong penetapan situs GIAHS lainnya di masa mendatang," ucap Taufiq.

Kabupaten Karangasem merupakan sentra produksi salak terbesar di Bali dengan total 24.972 ton pada 2024. Sistemnya melibatkan 2.800 petani di Desa Adat Sibetan yang menjaga lebih dari 12 varietas lokal salak.

Menurut FAO, aturan adat setempat atau awig-awig melindungi lahan pertanian dari alih fungsi serta membatasi penjualan lahan kepada pihak luar sehingga memastikan keberlanjutan sistem agroforestri selama turun-temurun.

Sekretaris Daerah Karangasem, I Ketut Sedana Merta, menilai pengakuan global tersebut sebagai penghormatan atas pengetahuan leluhur maupun pengelolaan lahan selama berabad-abad.

Baca juga: Jika Program Diversifikasi Pangan Pemerintah Hanya Omon-omon, Krisis Mengintai Indonesia

“Di tengah tantangan alih fungsi lahan, menurunnya minat generasi muda dalam bertani, serta perubahan iklim, pengakuan GIAHS ini menjadi dorongan untuk terus berinvestasi pada petani dan praktik berkelanjutan mereka,” ujar Ketut.

“Kami berharap pengakuan ini meningkatkan perhatian global terhadap sistem agroforestri salak, membuka peluang kolaborasi internasional, memperkuat kemitraan publik swasta komunitas dalam agrowisata," imbuh dia.

Selain itu, upaya tersebut dapat mendorong pengembangan produk turunan, riset pertanian, dan konservasi keanekaragaman hayati, serta menarik minat generasi muda untuk bertani.

Agroforestri Salak

Sebagai informasi, sistem agroforestri Karangasem mengintegrasikan budi daya salak dengan berbagai tanaman lain di wilayah paling kering di Bali yang memungkinkan panen sepanjang tahun dan menciptakan lanskap pertanian yang kaya keanekaragaman hayati.

Masyarakat Bali mengembangkannya melalui penerapan sistem budi daya terpadu lima strata. Seluruh bagian tanaman salak dimanfaatkan, sehingga termasuk komoditas yang tanpa limbah.

Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, menekankan pentingnya GIAHS sebagai model ketahanan iklim dan transformasi sistem pangan.

“Komunitas di berbagai wilayah Indonesia memiliki sistem pertanian tradisional berharga yang dapat menjadi solusi adaptasi iklim. FAO siap mendukung Indonesia menjaga situs GIAHS pertamanya dan mendorong penetapan situs-situs berikutnya," papar dia.

Ia mencatat, Indonesia bersama Brasil, China, Ekuador, Iran, Italia, Jepang, Korea, Meksiko, Maroko, Spanyol, Thailand, dan Tunisia dalam menerima penghargaan GIAHS 2025. Selain mempromosikan komoditas unggulan, kegiatan itu merupakan momen pertukaran pengetahuan tradisional, praktik ekologis, ataupun budaya antar negara.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau