Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Randi Syafutra
Dosen Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Seorang yang suka menulis

PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko

Kompas.com, 2 November 2025, 13:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Ketika pemerintah berbicara tentang energi nasional, masyarakat berbicara tentang keberlanjutan tempat tinggal mereka. Kedua dimensi ini sama pentingnya, tetapi sering kali tidak berada dalam meja dialog yang setara.

Baca juga: Indonesia Siap Bangun PLTN, Bagaimana Mitigasi Pembuangan Limbahnya?

Teknologi aman hanya bermakna jika governance aman

Argumentasi teknis bahwa PLTN modular lebih aman tentu memiliki dasar, tetapi keselamatan bukan hanya urusan reaktor. Keselamatan adalah pengalaman yang dirasakan masyarakat, bukan hanya laporan yang diselesaikan regulator. Dengan kata lain, risiko dalam perspektif publik adalah fungsi dari transparansi, bukan hanya fungsi dari desain teknologi. Karena itu, PLTN Gelasa membutuhkan tata kelola risiko yang publik-sentris.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi jika pemerintah ingin proyek ini memiliki legitimasi sosial:

  • 1. Hak publik atas informasi penuh: bukan hanya data ringkasan atau presentasi, tetapi akses pada evaluasi risiko yang tidak disensor dan dapat diaudit.
  • 2. Pengawasan independen non afiliasi: lembaga pengawas harus memiliki jarak dari pengembang maupun regulator untuk mencegah konflik kepentingan.
  • 3. Jaminan ruang hidup: masyarakat lokal harus memiliki perlindungan terhadap hilangnya wilayah tangkap atau degradasi ekologis, bukan sekadar kompensasi administratif.
  • 4. Audit sosial-ekologis periodik: risiko perlu dipantau bukan sekali, tetapi berulang, dengan laporan terbuka kepada publik.
  • 5. Kesiapsiagaan komunitas: bukan hanya emergency drill, tetapi pelibatan sejak sebelum konstruksi sebagai bagian dari proses penentuan kebijakan.

Tanpa kerangka governance seperti ini, rasa aman publik tidak akan pernah terbentuk.

Baca juga: Diserbu Ubur-ubur, PLTN Perancis Langsung Lumpuh

Perlunya kelembagaan partisipatif: dari sosialisasi ke kontrol publik

Jika pemerintah ingin PLTN Gelasa diterima, maka keterlibatan masyarakat tidak dapat berhenti pada forum sosialisasi. Diperlukan mekanisme formal partisipasi publik agar masyarakat memiliki posisi setara dalam diskusi risiko. Salah satu bentuknya adalah pembentukan Dewan Pengawas Publik (Citizen Oversight Board) yang anggotanya berasal dari komunitas terdampak, akademisi lokal, dan pemantau independen.

Dewan ini memiliki fungsi bukan hanya menerima penjelasan, tetapi juga menilai, mempertanyakan, dan memberikan persetujuan sosial dalam tahapan penting pembangunan. Konsep ini telah diterapkan di beberapa negara dengan proyek energi risiko tinggi untuk memastikan bahwa masyarakat tidak kehilangan posisi dalam proses pengambilan keputusan.

Di era demokrasi energi, tata kelola risiko adalah urusan publik, bukan milik teknokrat semata.

Baca juga: RI Buka Peluang Pakai Teknologi China atau Rusia untuk Bangun PLTN

Energi masa depan harus berdiri di atas legitimasi masyarakat

PLTN dapat menjadi lompatan besar bagi masa depan energi Indonesia. Namun sebuah proyek strategis hanya dapat disebut berhasil jika masyarakat merasa menjadi bagian dari keputusan, bukan korban dari keputusan.

Transparansi teknis perlu diterjemahkan ke dalam transparansi demokratis. Jika pemerintah menempatkan masyarakat sebagai mitra, bukan sebagai objek, maka kepercayaan publik akan tumbuh, dan risiko akan dilihat sebagai sesuatu yang dapat dikelola, bukan ditakuti.

Keputusan membangun PLTN bukan hanya urusan sains, tetapi urusan legitimasi publik. Dalam proyek bernilai strategis dan berdampak luas seperti ini, hak masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi adalah syarat etis dan kebijakan. Transisi energi hanya dapat disebut adil jika masyarakat yang hidup berdampingan dengan PLTN diberi ruang untuk berperan aktif dalam menentukan masa depannya sendiri.

Baca juga: PLN Nusantara Power Gandeng Perusahaan Singapura Kaji Pembangunan PLTN di Babel

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau