KOMPAS.com – Kalkulator jejak karbon yang selama ini digunakan masyarakat untuk menghitung dampak emisi penerbangan ternyata bisa menyesatkan.
Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa angka emisi penerbangan sebenarnya dapat mencapai beberapa kali lipat lebih tinggi dibandingkan hasil yang ditampilkan oleh kalkulator karbon yang umum digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Jhuma Sadhukhan dari Universitas Surrey, Inggris, bersama timnya, menemukan perbedaan signifikan setelah membandingkan empat kalkulator CO? populer dengan model baru yang mereka kembangkan sendiri.
Baca juga: Pemanfaatan Teknologi CCS Justru Berisiko Tingkatkan Emisi Karbon
Sebagai contoh, untuk penerbangan dari Singapura ke Zurich, kalkulator penerbangan milik Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan emisi sekitar 3.000 kilogram CO?.
Sementara itu Google Travel Impact Model (TIM) memperkirakan emisi sebesar 5.000 kilogram, dan MyClimate menampilkan sekitar 8.000 kilogram.
Namun, kalkulator baru buatan tim Universitas Surrey yang disebut Air Travel Passenger Dynamic Emissions Calculator (ATP-DEC) memperkirakan angka sebenarnya mencapai lebih dari 14.000 kilogram CO?, atau hampir tiga kali lipat lebih besar dari estimasi tertinggi sebelumnya.
Melansir New Scientist, Jumat (31/10/2025), kalkulator ATP-DEC memiliki dua perbedaan utama dibandingkan model lain.
Pertama, kalkulator ini menggunakan data penerbangan nyata untuk memperkirakan rute, waktu tempuh, durasi meluncur, serta tingkat keterisian pesawat, bukan sekadar asumsi rute ideal.
Kedua, ATP-DEC memperhitungkan seluruh faktor iklim non-CO?, seperti jejak kondensasi (contrails), nitrogen oksida, dan uap air, yang diketahui dapat memperkuat efek pemanasan global.
Sadhukhan menjelaskan bahwa model ini bersifat dinamis, karena terus diperbarui dengan data penerbangan terbaru. Misalnya, perubahan rute akibat perang Rusia–Ukraina kini telah memengaruhi jarak tempuh penerbangan, namun belum diperhitungkan oleh sebagian besar kalkulator karbon lain.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Meningkat, Australia Komitmen Pangkas Emisi Karbon 62 Persen
Rekan peneliti dari Universitas Surrey, Eduard Goean, menambahkan bahwa pihaknya berencana membuka akses publik terhadap kalkulator baru ini serta mengembangkan aplikasi seluler yang dijadwalkan rilis awal tahun depan.
Sementara itu, sejumlah penyedia kalkulator penerbangan mengakui adanya keterbatasan dalam metode mereka.
ICAO menyebut kalkulator mereka memang tidak memperhitungkan efek iklim non-CO?, karena belum ada konsensus ilmiah mengenai penggunaan Radiative Forcing Index (RFI), atau indikator yang menilai dampak emisi seperti contrails dan nitrogen oksida terhadap pemanasan global.
Menanggapi temuan ini, Kai Landwehr dari MyClimate mengatakan pihaknya akan meninjau ulang metode perhitungan yang digunakan.
Baca juga: Terapkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan, BCA Expo 2025 Pangkas Emisi Karbon 18,1 Ton
“Kami berencana memperbarui kalkulator kami dalam beberapa bulan mendatang dan menggabungkan praktik terbaik serta pengetahuan terbaru yang disorot dalam studi ini,” ujarnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya