Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang

Kompas.com, 5 November 2025, 18:52 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini sekitar 1,7 miliar orang tinggal di wilayah yang mengalami degradasi lahan.

Itu artinya area tersebut kehilangan kesuburannya dan tidak dapat menghasilkan makanan sebanyak sebelumnya sehingga berisiko menyebabkan kekurangan pangan dan kelaparan.

Degradasi lahan yang disebabkan oleh manusia ini pun digambarkan sebagai krisis yang meluas dan senyap karena merusak produktivitas pertanian dan mengancam kesehatan ekosistem di seluruh dunia.

Temuan tersebut merupakan laporan terbaru State of Food and Agriculture (SOFA) yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

“Laporan ini menyampaikan pesan yang jelas bahwa degradasi lahan bukan hanya isu lingkungan tetapi juga berdampak pada produktivitas pertanian, mata pencaharian pedesaan, dan ketahanan pangan,” tulisan laporan tersebut, dikutip dari laman resmi United Nations, Senin (3/11/2025).

Baca juga: Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen

Tanah adalah inti dari sistem pangan dan pertanian yang mendukung lebih dari 95 persen produksi pangan.

Tanah juga menyediakan layanan ekosistem penting yang menopang kehidupan di planet ini.

Degradasi lahan biasanya disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor-faktor pemicu alami seperti erosi tanah dan salinisasi.

Namun, aktivitas manusia seperti deforestasi, penggembalaan berlebihan, dan praktik irigasi yang tidak berkelanjutan, kini menjadi beberapa kontributor utama.

Untuk mengukur degradasi, laporan tersebut membandingkan kondisi saat ini tiga indikator utama untuk mengukur kesehatan tanah yakni karbon organik tanah, erosi tanah, dan air tanah, dengan kondisi tanpa aktivitas manusia.

Data diproses melalui model pembelajaran mesin yang mengintegrasikan faktor pendorong perubahan lingkungan dan sosial-ekonomi untuk memperkirakan kondisi dasar lahan tanpa aktivitas manusia.

Laporan kemudian memperkirakan bahwa sekitar 1,7 miliar orang di seluruh dunia tinggal di daerah dengan hasil panen 10 persen lebih rendah akibat degradasi lahan akibat manusia. Mereka termasuk 47 juta anak di bawah usia lima tahun yang menderita stunting.

“Secara absolut, negara-negara Asia adalah yang paling terdampak, baik karena akumulasi degradasi maupun kepadatan penduduknya yang tinggi,” kata FAO.

Baca juga: Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Lebih lanjut, laporan tidak hanya menyajikan masalah melainkan menawarkan solusi yang dapat ditindaklanjuti yakni praktik pengelolaan dan penggunaan lahan berkelanjutan yang terintegrasi.

Namun selain itu juga perlu dukungan kebijakan pemerintah yang cerdas dan relevan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keberlanjutan.

Menurut laporan, kita hanya perlu membalikkan 10 persen dari kerusakan tanah yang telah disebabkan oleh manusia pada lahan pertanian yang sudah kita miliki melalui rotasi tanaman atau praktik pengelolaan lahan berkelanjutan lainnya.

Hasil dari pemulihan 10 persen tersebut adalah peningkatan produksi pangan yang cukup untuk memberi makan 154 juta orang tambahan setiap tahun.

“Untuk memanfaatkan peluang ini, kita harus bertindak tegas. Pengelolaan lahan berkelanjutan membutuhkan lingkungan yang mendukung investasi, inovasi, dan pengelolaan jangka panjang,” tulis Direktur Jenderal FAO Dongyu Qu dalam kata pengantar laporan tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau