KOMPAS.com - Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim ke-30 PBB (KTT COP30) di Belem, Brasil, menghasilkan dokumen Global Mutirão yang memuat beberapa inisiatif baru.
Misalnya, Global Implementation Accelerator (GIA) untuk mempercepat aksi dan mitigasi iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC), atau Belém Mission to 1.5 untuk mendorong ambisi dan investasi iklim.
Baca juga:
Masyarakat adat berpartisipasi dalam pembukaan Desa COP selama KTT Iklim COP30 di Belem, Brasil, Selasa (11/11/2025).
Namun, hasil Global Mutirão belum sepenuhnya mampu membangkitkan tekad negara-negara dalam menghadapi krisis iklim. Lemahnya tekad tersebut ditandai dengan tidak tercapainya gagasan peta jalan penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan belum konkretnya komitmen pendanaan iklim.
Bahkan, dalam dokumen Global Mutirão belum ada penegasan terhadap aspek transisi berkeadilan (just transition). Komitmen iklim Indonesia dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang diperbarui pada 2025 juga belum mencerminkan poin kritis dalam First Global Stocktake.
Mekanisme Global Stocktake bertujuan menilai progres implementasi komitmen iklim dan kesenjangannya terhadap target pembatasan kenaikan suhu 1,5 derajat celsius.
Hasilnya, untuk menjaga suhu global tidak meningkat lebih dari 1,5 derajat celsius, emisi gas rumah kaca (GRK) di seluruh dunia harus turun 43 persen pada 2030. Kemudian, harus juga turun 60 persen pada 2035 dibandingkan tingkat emisi GRK tahun 2019.
Sebanyak 122 negara memang telah memformalkan NDC 2035 pasca-COP30. Kendati demikian, analisis Climate Action Tracker memproyeksikan bahwa suhu bumi pada akhir abad ini akan naik sekitar 2,6 derajat celsius, dengan 50 persen probabilitas untuk lebih tinggi atau lebih rendah.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya