JAKARTA, KOMPAS.com - Pertamina memperkirakan Indonesia berpotensi menghemat sekitar Rp 100 triliun per tahun jika kebijakan mewajibkan pencampuran 10 persen etanol ke dalam bensin (E10) terlaksana.
Bahkan, jika skenario mewajibkan pencampuran 50 persen etanol ke dalam bensin (E50) terlaksana, potensi penghematan disebut mencapai Rp 500 triliun. Penghematan tersebut berpotensi meningkatkan perputaran uang dalam negeri.
Baca juga:
"Karena impor (BBM) kita hampir Rp 500 triliun per tahun, artinya itu setengah dari volume BBM kita. Kalau kita bisa E10 saja untuk semua program, berarti 20 persen atau sekitar Rp 100 triliun yang bisa kita hemat dari mengurangi impor," kata VP of Techonolgy & Engineering PT Pertamina Power Indonesia, Nanang Kurniawan di Jakarta, Senin (9/12/2025).
Selain potensi penghematan, implementasi bioetanol juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Bahkan, dalam skenario implementasi pencampuran lima persen etanol ke dalam bensin (E5) saja, kata dia, bisa mengurangi emisi GRK sebesar 2 juta tCO2 (total karbon dioksida) per tahun pada 2034.
Baca juga:
Indonesia pernah menerapkan kebijakan pencampuran bioetanol sejak 2006. Namun, kebijakan tersebut terhenti akibat volatilitas harga bahan baku (feedstock).
Meski saat ini dukungan terhadap bioetanol lebih jelas, pasokan bahan baku masih belum stabil.
Menurut Nanang, perlu integrasi dari hulu ke hilir untuk mengembangkan ekosistem bioetanol di Indonesia yang berkelanjutan.
Pertamina akan membangun ekosistem bioetanol dari hulu ke hilir melalui kolaborasi lintas sektor (kampus, pertanian, dan industri) untuk memperkuat riset, pengembangan teknologi, produktivitas bahan baku, serta kesiapan adopsi secara nasional.
Pertamina akan memberlakukan strategi multifeedstock dalam implementasi bioetanol. Penggunaan multifeedstock bersifat krusial untuk menjamin pasokan bahan baku yang stabil.
Baca juga:
Ilustrasi sorgum. Indonesia berpotensi menghemat sekitar Rp 100 triliun per tahun bila pencampuran 10 persen etanol ke bensin (E10) terlaksana. Apa strategi Pertamina?Indonesia memiliki banyak potensi feedstock bioetanol, seperti tebu, sorgum, aren, jagung, dan singkong. Namun, terdapat beberapa kriteria multifeedstock untuk bioetanol.
Pertama, penggunaan bahan baku tidak menimbulkan persaingan dengan pangan. Kedua, tidak mengganggu penggunaan lahan produktif untuk komoditas lain.
Ketiga, sinergi dengan rencana pemerintah dalam swasembada gula dan bidang pengembangan lainnya. Keempat, memberikan nilai yang optimal bagi stakeholder.
Pertamina akan mengoptimalisasinya dari pabrik-pabrik yang sudah eksis, dengan potensi 1,7 juta ton molase (produk samping industri gula) per tahun.
Di sisi lain, produksi bioetanol juga berpotensi naik berlipat ganda kalau ada perluasan lahan (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas (intensifikasi) pertanian yang menghasilkan bahan bakunya.
"Kami akan membangun pabrik yang baru, kemudian sejalan dengan itu, kami mencoba melihat feedstok-feedstok yang lain untuk mempercepat target setidaknya 10 persen etanol, (karena) 50 persen etanol masih jauh," ucapnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya