Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CERITA LESTARI

19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau

Kompas.com, 1 Oktober 2025, 17:13 WIB
HTRMN,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

SOROWAKO, KOMPAS.com – Embun pagi masih menyisakan hawa dingin saat tim Kompas.com tiba di Himalaya Hill, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (20/9/2025), sekitar pukul 05.00 WITA.

Kabut tipis menyelimuti pepohonan, cahaya matahari perlahan menembus celah ranting, sementara kicauan burung sahut-menyahut. Sekilas, suasana ini mirip hutan hujan tropis alami.

Namun, siapa sangka, area seluas 31,04 hektare yang kini lebat dan asri itu dulunya adalah lahan bekas tambang nikel yang gersang dan tandus.

Keberadaan Himalaya Hill merupakan bukti nyata keberhasilan program reklamasi lahan yang dijalankan oleh PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) sejak 2004, dengan puncak penanaman terjadi pada 2006.

Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel

Misi mengembalikan ekosistem hutan

PT Vale Indonesia memiliki komitmen berkelanjutan untuk mengubah lahan bekas tambang menjadi kawasan hijau yang dapat menopang ekosistem kembali. Upaya ini bukan sekadar kewajiban, melainkan sebuah misi besar.

Salah satu upaya besar yang dilakukan adalah dengan membangun arboretum di Himalaya Hill. Arboretum ini bukan sekadar area penanaman pohon biasa, melainkan laboratorium alam serta sumber benih yang memprioritaskan penanaman spesies endemik dan dilindungi serta upaya konservasi flora lokal agar tetap lestari.

Arboretum itu berdiri dengan melibatkan kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan tinggi, seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Hasanuddin.

Perjalanan Himalaya Hill dari lahan tambang menjadi arboretum bukanlah proses instan, melainkan sebuah perjalanan panjang.

Baca juga: Vale Indonesia Klaim Telah Rehabilitasi 2,5 Kali Lahan Tambangnya

Pada 2004, area ini masih berupa lahan bekas tambang yang tandus. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2006, dimulailah penanaman bibit pohon secara intensif dan masif sebagai puncak dari inisiasi reklamasi.

Salah satu ikon penanaman yang dapat dijumpai yaitu pohon Agathis (Agathis dammara) yang ditanam oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2000 – 2009 Purnomo Yusgiantoro pada 2006.

Secara bertahap, pada 2010, tanaman pionir (fast grow) mulai tumbuh dan membentuk kanopi awal untuk menciptakan iklim mikro. Lanskap Himalaya Hill terus berubah signifikan. Pada 2015, area ini sudah tampak rimbun dan hijau dan beberapa area tajuk-tajuk pepohonan mulai saling menyilang.

Hingga akhirnya, pada 2020, area tersebut telah sepenuhnya berubah menjadi hutan lebat, ditandai dengan tumbuhnya anakan pohon pionir dan lokal. Beberapa jenis tanaman strata bawah, seperti pakis, paku-pakuan, dan rotan, juga mulai tumbuh.

Baca juga: Vale Indonesia Bangun PLTA di Pabrik Sorowako untuk Tekan Emisi Karbon dan Biaya Operasional

Selain itu, berbagai jenis pakis, seperti pakis monyet, pakis lidah rusa, dan pakis resam, serta rotan hutan alami, turut mewarnai lanskap interior arboretum Himalaya Hill.

“Beberapa indikator tersebut juga menjadi penanda bahwa proses suksesi alami telah berjalan serta alam sudah siap memulai restorasi secara alamiah,” ujar Supervisor Reclamation and Rehabilitation PT Vale Indonesia Charles Andrianto.

Perjalanan ini mendapat kehormatan pada 2025, ketika Himalaya Hill mendapat kunjungan dari berbagai menteri, seperti Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.

Lebih lanjut, Charles menuturkan, ada tiga aspek yang menjadi indikator keberhasilan reklamasi berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1827 Tahun 2018. Tiga aspek tersebut adalah penataan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir.

Baca juga: Dari Film Sore ke Sorowako, Menelisik Komitmen Industri Wujudkan Praktik Tambang Berkelanjutan

Aspek penataan lahan, dengan bobot penilaian 60 persen, meliputi penimbunan lubang bekas tambang, pengendalian erosi dan sedimentasi hingga stabilisasi tapak tanam (lahan).

Sementara revegetasi memiliki bobot 20 persen, mencakup jumlah tanaman, komposisi fastgrow dan endemik atau lokal, serta pertumbuhan covercropping.

Penanaman yang dilakukan harus sesuai dengan rasio minimal 60 persen pohon pionir atau fast grow dan 40 persen tanaman endemik atau lokal. Setelah penataan lahan serta fasilitas pengendali erosi dan sedimentasi selesai, bibit pohon mulai ditanam. Bibit yang digunakan memiliki tinggi minimal 40 cm.

Pada fase awal, PT Vale menanam pohon pionir, seperti sengon, kayu angin, bitti, makaranga, ekaliptus, serta berbagai jenis ficus. Pohon-pohon ini berfungsi sebagai tanaman perintis untuk menciptakan naungan atau kanopi yang diperlukan oleh jenis pohon lain yang sensitif terhadap sinar matahari langsung serta mampu menciptakan iklim mikro awal.

Baca juga: Vale Indonesia (INCO) Bidik Produksi Nikel Matte 71.234 Ton, Saham Menguat

Seiring waktu, kanopi yang terbentuk menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk dan lembap. Suhu yang semula bisa mencapai 34 derajat Celsius pada siang hari, kini stabil di kisaran 25–26 derajat Celsius.

Kondisi tersebut memungkinkan terbentuknya siklus biomassa baru. Sebagai contoh, daun-daun yang rontok akan terurai dan menambah nutrisi tanah, diikuti dengan munculnya serangga dan cacing.

“Setelah itu, burung-burung mulai singgah, membawa berbagai benih, sehingga tanaman introduksi dan tanaman endemik yang lebih sensitif pun dapat tumbuh,” tutur Charles.

Untuk menjaga nutrisi tanah, PT Vale menggunakan dua metode, yaitu direct spreading dan topsoil bank.

Baca juga: Lalu Lalang Kukang di Arboretum Busang, Bukti Keberhasilan Restorasi Alam

"Kami memiliki dua metode. Pertama, direct spreading. Jadi, kami membuat konsep topsoil pada saat awal pembukaan lahan (land clearing). Kemudian, sekuen area di sebelahnya atau area lain yang berdekatan, kami lakukan reklamasi. Jadi, begitu area ini dibuka, langsung kami bawa ke sini dan tebar," terang Charles.

Metode kedua yang diterapkan adalah topsoil bank. Jika sekuensinya tidak memungkinkan, tanah subur akan disimpan di beberapa titik terdekat, lalu tumpukan tersebut ditutup dengan tanaman rumput-rumputan (cover cropping) agar tidak tererosi.

“Kami menjaga agar unsur hara di tanah tetap tersimpan dengan baik,” lanjutnya.

Pohon bitti yang ditanam di Himalaya Hill memiliki makna khusus. Pohon ini dikenal tangguh dan sering digunakan oleh orang-orang suku Makassar, Bugis, dan Mandar untuk bahan baku pembuatan kapal pinisi pada tempo dulu.

Baca juga: Menitip Asa Masa Depan Tambang Berkelanjutan Vale Indonesia di Danau Matano

Sementara pohon eboni, salah satu spesies endemik Sulawesi yang menjadi fokus konservasi, memiliki tantangan tersendiri dalam pertumbuhannya.

“Eboni itu tumbuhnya lambat sekali. Jenis eboni (kayu hitam) sudah masuk kategori vulnerable sampai endangered berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN),” ucap Charles.

Berdasarkan pengalamannya, eboni bisa membutuhkan waktu puluhan tahun tahun untuk tumbuh dan batang kayu membesar. Namun, di Himalaya Hill, eboni yang berusia 15 tahun sudah memiliki batang yang sangat lurus dan cukup besar.

Selain eboni, PT Vale juga mengkonservasi spesies endemik lain seperti Agathis Sulawesi (kayu damar) dan kayukuku (endemik Kolaka), betao, kayu uru, gaharu, kayu manis (Alinge), nyatoh serta beberapa jenis lainnya.

Baca juga: Vale Dukung Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

Konservasi yang dilakukan di area reklamasi PT Vale Indonesia ini telah berhasil menumbuhkan kembali lebih dari 80.000 pohon eboni dengan jumlah pohon yang telah ditanam sejak awal mula operasi lebih dari 5 juta pohon.

Saat ini, hutan reklamasi di Himalaya Hill telah membentuk tiga strata berbeda. Strata pertama adalah tanaman bawah, seperti pakis, yang menjadi indikator keberhasilan ekosistem.

Sementara strata kedua merujuk pada tumbuhan perdu dan strata ketiga adalah tanaman tiang dan pancang yang telah tumbuh kokoh menciptakan tutupan tajuk lebih dari 60 persen.

Keberhasilan ini membuat area reklamasi PT Vale dinilai 100 persen oleh tim Kementerian ESDM pada 2019. Tutupan tajuk yang rapat ini juga menarik kembali berbagai fauna endemik Sulawesi ke Himalaya Hill.

Baca juga: Mengenal Teknologi HPAL Vale Indonesia untuk Produksi Bahan Baterai Kendaraan Listrik

Beberapa fauna yang teridentifikasi, antara lain monyet digo (Maccaca ochreata), Kangkareng Sulawesi, Kadalan Sulawesi, Elang ular Sulawesi, babi hutan Sulawesi dan Rusa Timur.

Papan informasi yang menjelaskan perkembangan dan tujuan dari Arboretum Himalaya Hill, yang dikelola oleh PT Vale Indonesia sebagai bagian dari konservasi dan restorasi ekosistem hutan.KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Papan informasi yang menjelaskan perkembangan dan tujuan dari Arboretum Himalaya Hill, yang dikelola oleh PT Vale Indonesia sebagai bagian dari konservasi dan restorasi ekosistem hutan.

Head of Mine Operation Head of Mine Operation Sorowako PT Vale Indonesia Mohamad Iqbal Al Farobi menuturkan, Himalaya Hill merupakan area pascatambang yang mulai direklamasi pada 2005–2006 dan kini ditetapkan sebagai kawasan arboretum (area konservasi).

Setelah hampir 19 tahun, indikator keberhasilan makin terlihat. Indikator tersebut di antaranya tumbuhan dasar kembali ditemukan, anakan pohon tumbuh alami, dan fauna mulai kembali.

Keberadaan anakan pohon, menurut Iqbal, menjadi salah satu parameter penting karena menandakan siklus ekologi sudah berjalan mandiri.

Baca juga: Vale Bakal Luncurkan Program Intervensi Stunting di Tujuh Provinsi

“Kondisi itu menunjukkan, secara ekologi, area reklamasi sudah berfungsi—minimal mendekati kondisi alaminya,” ucapnya.

Iqbal juga menambahkan bahwa arboretum tidak hanya berfungsi sebagai kawasan konservasi, tetapi juga sumber bibit untuk memperkuat keanekaragaman spesies di masa depan.

Selain satwa, pemulihan ekosistem di Himalaya Hill juga ditandai dengan ketersediaan pakan alami. Pohon Ficus septica atau awar-awar, misalnya, menghasilkan buah mirip tin liar yang menjadi sumber makanan bagi burung dan primata.

Kehadiran tanaman endemik seperti Pericopsis mooniana (kayu kuku) dari Kolaka, Sulawesi Tenggara, serta eboni dan agathis atau damar turut memperkaya habitat dan memberi ruang bagi spesies satwa yang lebih sensitif. Selain itu berbagai spesies multi purpose tree species (MPTS) juga menambah kekayaan hayati area arboretum himalaya.

Baca juga: Pertamina dan Vale Indonesia Kolaborasi Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Lapisan vegetasi yang kini terbentuk, mulai dari pakis di strata bawah, perdu, hingga pohon tiang dan pancang, menciptakan hutan dengan struktur berlapis. Kondisi ini menyediakan perlindungan, tempat bersarang, dan sumber pakan beragam, sehingga mendorong kembalinya satwa endemik Sulawesi ke kawasan ini.

Lebih dari sekadar reklamasi, PT Vale juga berupaya menciptakan nilai berkelanjutan bagi masyarakat lokal melalui program-program agroforestri. Meskipun area arboretum di dalam konsesi masih belum terbuka untuk umum, perusahaan telah menyiapkan peta jalan untuk pengembangan agroforestri di lahan yang berbatasan langsung dengan komunitas.

Program ini bertujuan untuk mengintegrasikan kegiatan kehutanan dengan pertanian sehingga masyarakat dapat memanen hasil non-kayu seperti buah-buahan, rempah-rempah, atau komoditas lainnya.

Rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS)

Selain fokus pada reklamasi lahan pascatambang, PT Vale juga menjalankan program rehabilitasi di area Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di luar area Konsesi Perusahaan. Program ini bertujuan untuk memulihkan, memperbaiki, serta meningkatkan fungsi DAS, yang tak hanya penting untuk penyerapan karbon, tetapi juga untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

Baca juga: Kontribusi Vale Intervensi Stunting di Kabupaten Bandung

Hingga April 2025, program rehabilitasi DAS telah mencakup lahan seluas 33.306 hektare. Dari total area tersebut, 17.746 hektare telah ditanami lebih dari 12,7 juta pohon. Penanaman ini tersebar di 17 kabupaten di Sulawesi Selatan, di mana lebih dari 10 juta bibit tertanam dengan melibatkan sekitar 1.500 masyarakat lokal.

Program ini juga menjangkau wilayah lain, seperti 4 kabupaten di Sulawesi Tengah dengan penanaman 1,2 juta bibit dan partisipasi 300 masyarakat, serta 6 kabupaten di Sulawesi Tenggara di mana 82.000 bibit telah ditanam dengan bantuan 300 masyarakat lokal.

Di luar Sulawesi, program ini juga hadir di 3 kabupaten di Jawa Barat dan 2 kabupaten di Bali. Masing-masing wilayah tersebut berhasil menanam 244.000 bibit dan 160.000 bibit, dengan keterlibatan 100 masyarakat lokal di setiap wilayah.

Jenis tanaman yang digunakan sangat beragam, mulai dari jenis kayu-kayuan, seperti beringin, bitti, cemara laut, cempaka, cendana, eucalyptus, gmelina, jabon, jati lokal, kayu Afrika, kayu angin, mahoni, nyatoh, pinus, pulai, puspa, santen, suren, sengon, dan uru.

Selain itu, terdapat pula jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan MPTS yang memiliki manfaat ekonomi, seperti alpukat, aren, asam jawa, cempedak, damar, duku, durian, jambu mete, jengkol, kayu manis, kemiri, langsat, lengkeng, mangga, manggis, nangka, pala, petai, rambutan, dan sukun.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau