Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usai BRGM Dibubarkan, 26.000 Hektar Gambut Terbakar, Siapa Kini yang Bertanggung Jawab?

Kompas.com, 21 Oktober 2025, 19:40 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Madani Berkelanjutan, Sadam Afian Richwanudin mempertanyakan siapa yang akan mengambil alih kewenangan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pasca lembaga ad hoc itu dibubarkan per 31 Desember 2024 lalu. Padahal, setelah BRGM dibubarkan, temuan Madani Berkelanjutan menunjukkan 26.761 hektar lahan gambut terbakar sepanjang Juli-Agustus 2025.

Menurut Sadam, selama tahun 2025, angka kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan gambut masih sangat tinggi, yang bahkan tanpa pengaruh El-Nino.

Baca juga: BNPB: Banjir, Cuaca Ekstrem, dan Karhutla Jadi Bencana Paling Dominan sejak Awal 2025

"Kewenangan BRGM ini dilimpahkan ke siapa, walaupun di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sudah ada direktorat yang menangani hal tersebut. Siapa yang bertanggung jawab? Apakah KLH atau Kementerian Kehutanan (Kemenhut) atau siapa?, karena kalau dulu kami mungkin bisa meminta pertanggungjawaban terhadap BRGM sebagai lembaga berwenangan," ujar Sadam di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Kini, kewenangan restorasi gambut dan mangrove belum jelas. Ia menilai, penanganan gambut dan mangrove yang dilakukan pemerintah masih menggunakan pendekatan logika kedaruratan. Semestinya, penanganan gambut dan mangrove berorientasi pada potensi kondisi kritis di masa depan, dengan membentuk kelembagaan jangka panjang.

Diketahui, BRGM dibentuk sebagai respons atas karhutla pada 2015. Sebagai negara dengan kawasan gambut dan mangrove yang besar, kata dia, seharusnya Indonesia memahami kerentanan ekosistem ini terhadap risiko kebakaran maupun pembukaan lahan.

Sebenarnya, adanya BRGM menunjukkan Indonesia memiliki rekam jejak bagus dalam penanganan gambut dan mangrove. Namun, pembentukan BRGM hanya sementara waktu saja dan tidak berkelanjutan. Imbasnya, penanganan gambut dan mangrove di Indonesia belum menyentuh penyelesaian permasalahan secara struktural.

"BRGM yang ada setiap periode presiden ya, karena BRGM dasar hukumnya Perpres," tutur Sadam.

Baca juga: Kebakaran Lahan Gambut Akibat El Nino Bisa Terulang pada 2027

Senada, Deputi Direktur Madani Berkelanjutan, Giorgio Budi Indrarto menilai, pembubaran BRGM menguatkan pola berulang dalam tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Yaitu, membentuk
lembaga saat krisis dan diikuti pembubaran ketika tekanan mereda.

"Pola ini mencerminkan pendekatan ad-hoc yang mengandalkan logika kedaruratan ketimbang desain kelembagaan jangka panjang. Dalam konteks ini, BRGM bukan hanya gagal dilembagakan, tetapi sejak awal memang tidak didesain untuk bertahan," ucapnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau