Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Usman, Guru di Pedalaman Flores Timur, Jalan Kaki 5 Kilometer Susuri Hutan untuk Mengajar

Kompas.com - 03/05/2023, 05:42 WIB
Serafinus Sandi Hayon Jehadu,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

FLORES TIMUR, KOMPAS.com - Usman Ahmad Wato Wutun, guru Sekolah Dasar Negeri Arang, Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) setiap hari berjung mencapai sekolah untuk mengajar.

Sekolah Dasar tempatnya mengabdi berada di Arang, sebuah dusun terpencil yang masih jauh dari perhatian pemerintah.

Baca juga: Perjuangan Trisno, Siswa SD di NTT yang Berjalan dengan Tongkat Kayu demi Pergi ke Sekolah

Jaraknya sekitar lima kilometer dari desa induk. Kondisi jalanan rusak dan belum ada jaringan listrik. 

"Kurang lebih sudah 21 tahun saya mengajar di sini," ucap Usman kepada wartawan, Selasa (2/5/2023).

Usman menuturkan, awalnya tak ada sekolah di dusun itu. Anak-anak pun harus berjalan kaki jauh menuju sekolah di Desa Sagu.

Baca juga: Anak-anak Sekolah Adat Hadiri Upacara Hardiknas, Kemendikbudristek: Harapan untuk Kesetaraan Pendidikan

Tahun 2002, dibangun sebuah Sekolah Dasar di Dusun Arang. Usman menjadi salah satu guru perintis pembangunan sekolah darurat yang dibuat dari bahan seadanya.

Sejak saat itu, Usman menyusuri hutan menaiki bukit dan menuruni lembah untuk berangkat ke sekolah yang berjarak lima kilometer dari rumahnya.

Usman meninggalkan rumah sekitar pukul 05.30 Wita. Ia mengenakan pakaian biasa untuk menghindari air dan lumpur sepanjang jalan.

Sambil menenteng tas dan sebilah parang, guru empat anak ini berjalan kaki melewati kebun warga dan hutan. Jalanan terjal dan sedikit menanjak menjadi menjadi rutinitas Usman.

Belum lagi sepanjang perjalanan suasana sepi, hanya terdengar suara burung dan nyanyian hutan.

Parahnya, ungkap Usman, saat musim hujan tiba jalanan sangat licin. Dia harus sangat berhati-hati agar tak tergelincir.

“Kalau tidak hati-hati, bisa jatuh apalagi lumpur juga. Saya juga harus bawa parang untuk potong makanan kambing saat pulang sekolah," ucapnya.

Baca juga: 11 Nelayan Asal NTT yang Terdampar di Australia Tiba di Kampung Halaman

Usman berkisah, awalnya ia merupakan guru honorer di sekolah itu. Setahun kemudian ia mengikuti tes guru kontrak pusat. Ia pun dinyatakan lulus.

Pada tahun 2006, pemerintah membuka lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Usman pun terdorong mengikuti seleksi dan dinyatakan lulus.

"Sejak tahun 2002 sampai sekarang belum pernah pindah. Saya mau tetap mengabdi di sekolah yang kami rintis bersama ini, sampai pensiun," ungkap Usman.

Baca juga: Cerita Siswa SD di Pedalaman Sikka NTT, Jalan Kaki 3 Km Lewati Hutan demi Sekolah

Ia berpesan bagi para guru di Indonesia, meski ditempatkan di tempat terpencil, namun guru harus tetap semangat dan setia pada profesi demi mencerdaskan generasi bangsa.

Kepala Sekolah SDN Arang, Arifin Damin Korebima mengatakan, sekolah yang dipimpinnya masih jauh dari perhatian pemerintah.

Sejak dibangun permanen pada 2007, hingga kini sekolah itu tak pernah lagi mendapat bantuan anggaran.

"Lihat saja lantainya sudah rusak semua. Plafon juga sudah pada hancur. Tidak ada ruangan guru dan kepala sekolah, terpaksa kami pakai ruang kelas," ungkapnya.

Baca juga: Gubernur NTT: Warga Flores Habiskan Rp 450 Miliar Per Tahun Beli Pakan Ternak di Jawa

Selain kekurangan fasilitas, ketiadaan listrik juga menjadi kendala saat para siswa mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK).

Setiap UNBK, para siswa terpaksa digabungkan dengan sekolah di desa-desa tetangga.

"Kita memang ada dapat bantuan dari dinas pendidikan seperti laptop, komputer dan infocus, tapi tidak ada listrik," ucapnya.

Meski ada dana bantuan operasional sekolah (BOS), namun Arifin mengaku tidak memungkinkan untuk pembangunan fasilitas sekolah. Bahkan, untuk mengatasi perjalanan dinas, kepala sekolah dan para guru terpaksa menggunakan dana pribadi.

Baca juga: Cerita Warga Flores Timur Swadaya Bangun Gedung SMK Darurat Berfondasi Bambu dan Kelapa

"Kami sangat jauh dari semua akses. Kondisi jalan rusak, kami semua guru kebanyakan jalan kaki dengan jarak begitu jauh. Apalagi saat musim hujan, kami sangat menderita" katanya.

Saat ini, kata dia, jumlah siswa SDN Arang hanya 37 orang.

"Saya juga hanya berharap, pemerintah daerah jangan tutup mata dengan kondisi sekolah," pintanya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau