Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Real Friendship Club, Kumpulan Preman dan Pembalap Liar yang Kini Ingin Bermanfaat bagi Orang Lain

Kompas.com - 21/07/2023, 09:39 WIB
Dian Ade Permana,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SALATIGA, KOMPAS.com - Medio 1990-an, Real Friendship Club (RFC) Kota Salatiga dikenal sebagai organisasi yang lekat dengan hal negatif. Anggotanya terdiri dari preman dan para pembalap liar.

"Memang stigma itu masih melekat sampai sekarang, meski kami secara organisasi telah berubah," kata Agus 'Deglok' Purwanto, Ketua RFC, Kamis (20/7/2023), saat ditemui di markasnya.

Menurut Deglok, RFC yang berdiri sejak 1984, semula bernama Contong yang berisi penggemar sepeda BMX. "Para pendiri RFC itu penggemar balapan lalu setelah BMX pindah ke sepeda motor, jadi bisa dikatakan tahun-tahun itu RFC adalah geng motor," jelasnya.

Baca juga: Sungai Kaligarang Semarang, Dulu Tempat Persembunyian Presiden Soeharto, Kini Jadi Tempat Berendam Setiap Malam 1 Suro

"Awalnya memang kumpulan pemuda dari kampung Krajan, Mrican, dan Gendongan. Solidaritas pertemanan sangat solid, sehingga kalau ada anggota yang terkena masalah, semua akan bergerak membantu. Apalagi tahun-tahun itu masih sering terjadi perkelahian antar kelompok," kata Deglok.

Seiring berjalan waktu, anggota RFC merasa "lelah" dengan semua hal tersebut. "Tahun 2017 itu adalah titik tolak kami, kami merasa lelah dan kemudian berpikir hidup ini harus berguna dan bermanfaat untuk orang lain," ujarnya.

Mulanya mereka melakukan bakti sosial secara internal. "Ternyata dengan kegiatan yang positif tersebut, anggota kami malah semakin banyak, ada regenerasi bahkan anggotanya hampir dari seluruh kampung yang ada di Salatiga," kata Deglok.

"Lalu kami berdiskusi, berbaur dengan komunitas relawan yang lain. Ternyata RFC diterima dan bisa menjadi lebih baik. Bahkan karena anggota aktifnya mencapai 500-an orang yang terbagi di empat korlap sesuai kecamatan di Salatiga, akhirnya kami fokus untuk membantu masyarakat," ujarnya.

Deglok mengungkapkan, anggotanya kebanyakan bekerja di sektor informal dan yang bisa diandalkan adalah tenaganya.

"Sehingga kami libatkan di bedah rumah tidak layak, pembangunan warung agar lebih nyaman, warung milik kakek nenek lansia. Dengan banyak orang, maka pekerjaan jadi lebih enteng dan cepat selesai," kata dia.

Baca juga: Kisah Pilu Ayah Korban Mutilasi di Sleman: Dulu Kakaknya Meninggal Kecelakaan

Albertus Danang, Korlap RFC Sidorejo, mengatakan secara perlahan citra RFC sudah berubah.

"Banyaknya anggota itu memang keuntungan bagi kami, karena jika ada informasi soal ada warga yang membutuhkan bantuan, bisa segera dikoordinasikan dan RFC bergerak cepat," jelasnya.

"Korlap juga bisa segera mengambil tindakan, karena kita juga membantu sembako secara berkala kepada warga yang membutuhkan," kata Danang.

Baca juga: Kisah Anak Driver Ojol, Dijebak Ikut Tes Sekuriti, Malah Lulus Jadi Polisi

Danang mengungkapkan, anggota RFC setiap bulan iuran sebesar Rp 10.000 untuk kas dana sosial. "Prinsipnya adalah kami tidak mau memberatkan anggota tapi meringankan masyatakat yang butuh bantuan," jelasnya.

Sementara Wakil Ketua RFC Eko Setyawan menambahkan, saat ini RFC sedang mengurus persyaratan untuk menjadi organisasi yang berbadan hukum.

"Jadi nantinya kami bisa lebih tertib administrasi, termasuk sinergi dengan organisasi lain sehingga tercipta Kota Salatiga yang kondusif," ungkapnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com